Ketika Mendung Tiba

Sebenarnya saya tidak menyukai mendung. Ketika mendung datang, saya merasa seolah-olah dunia kehilangan keceriaannya. Mendung menyembunyikan birunya langit. Mendung pulalah yang menghapus guratan cahaya merah jingga di ufuk barat ketika sang matahari beranjak menuju peraduannya.

Karena mendung, laut yang biasanya tampak biru menghijau menjadi terlihat kusam. Awan yang putih pun berubah kelabu. Sepertinya tidak ada keindahan apapun yang tampak ketika mendung tiba.

Tapi sore itu, saya menyadari, bahwa saya salah. Sore itu, dalam sebuah perjalanan pulang dari acara pernikahan seorang sahabat. Sejauh mata memandang, langit tampak gelap menghitam. Dalam waktu dekat, saya memperkirakan, hujan akan segera datang. Saya pun berniat memacu motor.

Baru dua puluh meter, saya mendadak menghentikan motor. Saat itu, tanpa sengaja, mata saya menatap ke arah langit, dan kemudian melihat sebingkai pemandangan disana. Saya pun segera mengambil kamera dan membidiknya.

Ilustrasi Suasana Mendung
Ilustrasi Suasana Mendung
Suasana Mendung
Suasana Mendung

Sempurna!!

Dan kesempurnaan itu karena satu hal, mendung.

Saya terpekur menatap foto itu. Ah, rasanya hati ini malu pada mendung, telah berburuk sangka padanya. Mungkin, mendung memang telah menyembunyikan keindahan yang ada, tetapi dia menggantinya dengan keindahan yang lain.

Cerita Tentang Foto [Pagi di Bandara Juanda]

Saya jatuh cinta pada foto-foto ini, rangkaian foto sebuah pagi di bandara internasional Juanda, Surabaya. Foto ini saya ambil di bulan Mei 2015, sesaat sebelum saya terbang ke Bali. Bagi saya, foto-foto tersebut istimewa. Sudah beberapa kali saya menjejakkan kaki di pintu gerbang propinsi Jawa Timur ini, tetapi belum pernah saya mendapatkan momen pagi seperti dalam foto-foto tersebut. Pun setelahnya, saya belum pernah lagi mendapatkan momen seperti itu lagi.

Suatu Pagi Yang Memerah di Bandara Juanda, Surabaya
Suatu Pagi Yang Memerah di Bandara Juanda, Surabaya

Sebenarnya sejak lama, sejak saya mendapatkan foto tersebut, saya ingin bercerita tentang foto tersebut. Tetapi saya bingung, apa yang akan saya ceritakan. Bagi saya, foto-foto itu jauh lebih indah daripada narasi dan deskripsi terindah yang pernah saya buat. Yah, apa boleh buat, dan akhirnya kata demi kata yang sangat tidak narasi dan deskripsi inilah narasi dan deskripsi untuk foto tersebut.

Suatu Pagi Yang Memerah di Bandara Juanda, Surabaya

Suatu Pagi Yang Memerah di Bandara Juanda, Surabaya
Suatu Pagi Yang Memerah di Bandara Juanda, Surabaya

Satu hal yang pasti, dari koleksi foto yang saya ambil dalam rangkaian perjalanan saya ke Bali tujuh bulan yang lalu itu, bukan foto-foto selama saya berada di pulau Dewata, Bali yang menjadi favorit saya. Justru foto-foto pagi di awal perjalanan inilah yang menjadi favorit saya. Ada seseorang yang berkata, “It is important to enjoy the journey, not just the destination”, dan pagi itu, saya mendapatkan momen terbaik justru ketika saya belum tiba di tempat tujuan.

Suatu Malam di sebuah Taksi Bandara

Dengan gontai aku berjalan sambil menyeret tas koper di sebuah Jumat malam yang riuh. Kurang dari setengah jam lagi, hari akan berganti, tetapi suasana bandara internasional juanda, surabaya masih tampak sibuk.

Saat itu hanya satu hal yang kuinginkan, segera sampai rumah dan tidur. Aku ingin segera mengistirahatkan otakku dari segela kepenatan dan keruwetan selama lima hari terakhir ini dan menikmati akhir pekan di rumah.

Begitu sesampainya di terminal kedatangan, aku segera memesan taksi. Begitu taksi yang kupesan datang, aku melihat seorang bapak keluar dari ruang kemudi dan dengan sigap membantu memasukkan koperku ke dalam bagasi. Bapak itu memandangku sejenak untuk kemudian membukakan pintu depan taksi.

Taxi
Taxi

Sejenak aku terkejut, karena ini adalah sebuah hal yang tidak biasa. Saat itu, aku sebenarnya ingin duduk dibelakang dan kemudian melanjutkan istirahatku sejenak di taksi. Tetapi keanehan ini membuatku penasaran, dan aku pun menerima tawaran sang bapak untuk duduk bersamanya di kursi depan.

Read more

Zona Waktu dan Produktifitas, Sebuah Opini

Hari masih gelap ketika jarum jam yang bertengger di hotel tempatku menginap menunjukkan angka 06.00 pagi waktu Kuala Lumpur. Kubuka jendela kamar hotel dan aku bisa melihat lampu-lampu jalanan di depan hotel masih menyala. Jalanan sendiri masih cukup lengang.

Jam di Bandara Juanda, Surabaya
Jam di Bandara Juanda, Surabaya

Aku tatap sekali lagi jam dinding itu. Dan aku memastikan bahwa jam dinding tersebut tidak mati karena jarum detiknya masih bergerak. Aku ambil hand phone dan mendapatkan informasi bahwa jam dinding tersebut sudah menunjukkan waktu yang sesuai.

Masih belum reda keherananku, sayup-sayup terdengar suara adzan mengalun merdu dari sebuah masjid yang terletak tidak jauh dari hotel. Aku melongo. Sekitar satu jam yang lalu, aku baru saja menunaikan sholat dengan niatan adalah sholat Subuh, eh ternyata waktu subuh baru saja masuk.

Read more

Berjuta Bintang, Berjuta Makna

Milky Way di Bromo

Malam itu, diantara milyaran butiran pasir dan kegelapan pekat yang menyelimuti, tiba-tiba aku harus bertekuk lutut. Padahal Baru saja aku turun dari sebuah jeep yang membawaku dari kota Malang menuju sebuah samudera pasir yang tak bertepi ini. Awalnya semua terasa baik-baik saja, meski aku harus menggigil menahan hawa dingin yang terus mencoba menyusup ke dalam kulitku, sampai suatu ketika, kepalaku mendongak ke atas, ke arah langit. Saat itu mendadak kakiku terasa lemas dan serta merta tidak sanggup menahan beban badanku. Dan bruuk, lututku pun jatuh menghantam bumi.

Milky Way di Bromo
Milky Way di Bromo

Saat itu mataku seperti terhipnotis oleh magnet besar nun jauh di angkasa sana, sehingga sekedar mengalihkan pandangan saja, aku tak sanggup. Energiku pun seolah terhisap habis. Dan bahkan air mataku pun tanpa sadar turut berderai. Aku sendiri tidak mengerti.

Read more