Siang itu, peluh membasahi dahi saya. Hawa panas seolah melingkupi kepala saya. Didepan saya tersaji sepiring nasi hangat yang bersanding dengan semangkuk masakan berkuah yang berwarna sedikit jingga kecokelatan.
Sejauh ini, sudah empat sendok kuah jingga itu meresap di lidahku, dan karena itu pula, terbentuk titik titik keringat di sekitar kepalaku. Awalnya titik titik itu ukurannya kecil, namun semakin bertambah suapan kuah yang mendarat di lidahku, ukuran titik air tersebut semakin membesar dan mulai mengalir dari kepala saya.
Becek mentok, itulah makanan yang saat ini tengah saya santap. Sebuah olahan daging mentok yang dimasak dengan kuah yang rasanya cukup unik. Hasil dari analisis otak saya, rasanya adalah perpaduan antara kare dan gule.
Ini untuk pertama kalinya saya makan masakan ini. Mendengarnya pun baru pertama kali, sekitar beberapa jam sebelum saya sampai di warung mbak Narti ini, salah satu warung sederhana, namun sangat hits di bumi Wali ini. Insya Allah lain kali ada review khusus tentang warung mbak Narti.
Bagi yang mungkin belum tahu, mentok adalah salah satu jenis unggas. Wujudnya seperti bebek namun berwarna putih seperti angsa. Becek mentok adalah salah satu kuliner khas yang konon katanya memang asli dari kota Tuban. Rasanya adalah perpaduan dari rasa kare dan gule. Ketika kuah dari becek mentok ini masuk kedalam mulut, lidah saya langsung melakukan mapping rasa. Hasilnya, prosesor di otak saya kemudian bingung, rasanya mirip gule, tapi bukan gule. Rasanya seperti kare, tetapi bukan kare. Untuk itulah, mungkin warga Tuban menamainya becek, untuk memberikan identitas tersendiri bagi kuliner khas mereka. Dan menurut saya, memang layak makanan se-orisinil becek mentok diberikan nama tersendiri.
Bagi yang sedang atau akan berkunjung ke kota Tuban, sepertinya tidak boleh melewatkan kesempatan untuk menikmati kelezatan becek Mentok. Dijamin kelezatannya tidak terlupakan