Habibie, Sebuah Nama, Sebuah Cerita

Saya tahu, Pak Habibie pasti tidak mengenal saya, tapi sebaliknya, saya sangat mengenal bapak.

BJ Habibie, Presiden Ketiga Republik Indonesia

Teringat masa kecil saya, saat pertama kalinya saya mendengar nama bapak dari ayah saya. Saat itu saya mungkin masih SD kelas satu.

“Kamu kalau belajar yang rajin, biar pinter, kayak Pak Habibie”

Sejak saat itu, definisi pintar yang ada di otak saya adalah menjadi seperti bapak.

Saya kemudian mengenal bapak lebih jauh saat melihat foto bapak terpampang di buku pelajaran SD sebagai salah satu menteri di Kabinet Pembangunan. Dari buku itu saya tahu bahwa Bapak adalah ahli pesawat yang sangat disegani, tidak hanya di Indonesia, tapi di dunia. Dari situ jualah saya juga tahu bahwa bapak punya deretan titel yang cukup panjang, Prof Dr Ing BJ Habibie. Titel “Ing” yang sangat asing bagi saya waktu itu menjadi salah satu bahan obrolan saya dan teman-teman. Kami semua meyakini, itu bukan titel biasa saja, seperti titel “Ir” atau “Drs”. Sepanjang yang saya tahu saat itu, di Indonesia, bapak adalah satu2nya pemilik titel itu, sebelum beberapa tahun kemudian ada orang lain juga yang memiliki titel itu, yaitu Dr Ing Wardiman. Entah pada saat SD kelas berapa, akhirnya saya tahu bahwa titel Ing adalah titel seorang engineer dari Universitas di Jerman.

Bagi saya, dan mungkin bagi sebagian besar kawan-kawan yang segenerasi dengan saya, bapak adalah idola dan inspirasi kami. Saya rasa, kalau bukan karena andil bapak, mustahil jurusan teknik di perguruan tinggi menjadi salah satu jurusan yang paling banyak diminati calon mahasiswa. Sudah pelajarannya susah, setelah lulus, kerjanya pun berat dan mengandalkan fisik. Pun di sekolah menengah, siswa jurusan IPA biasanya jauh lebih banyak dari jurusan sosial.

Ayah saya tidak hanya memperkenalkan bapak sebagai sosok yang cerdas saja, tetapi juga sebagai sosok yang soleh dan memiliki attitude yang baik. Ayah saya pernah cerita, “Pak Habibie itu tugasnya banyak, sibuk, tapi beliau berusaha untuk tidak pernah meninggalkan sholat jamaah dan puasa senin kamis. Pak Habibie juga sangat sayang kepada keluarganya.”
Entah disadari atau tidak oleh bapak sendiri, bapak sebenarnya telah menjadi seorang role model yang membentuk karakter dan budaya bangsa. Setiap bangsa memerlukan sosok idola dan inspirator bagi generasi penerusnya, dan saat itu, bapaklah orangnya.

Terima kasih Pak Habibie, telah memberikan banyak inspirasi kepada kami. Inspirasi untuk terus belajar, berusaha, dan pantang menyerah. Inspirasi untuk selalu berdedikasi tinggi. Dan inspirasi untuk tetap selalu mencintai negeri ini.

Selamat jalan Pak Habibie. Semoga Allah memberikan tempat terbaik untuk bapak, menerima seluruh amal soleh bapak dan mengampuni seluruh dosa bapak. Semoga Allah menjadikan ilmu dan inspirasi yang telah engkau tebar ke kami semua sebagai ilmu yang bermanfaat, Aamin.

Tuban, 11 September 2019

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *