“Kursi jendela masih ada mbak? Kalau bisa jendela sisi kanan?”, pintaku sambil sedikit ngos-ngosan.
“Ada mas”
Dengan cekatan, jari-jari si mbak petugas check in bergerak lincah di keyboard. Sejurus kemudian boarding pass saya pun tercetak. Disitu tertera rencana perjalanan saya, Surabaya – Maumere, dengan nomor kursi 24F.
“Alhamdulillah”, ujar saya. “Terima Kasih, mbak”
Saya menatap boarding pass dengan penuh kelegaan. Setidaknya dengan duduk di kursi dekat jendela sebelah kanan, saya dapat kesempatan untuk mengabadikan pemandangan di balik kaca jendela pesawat. Kalaupun nantinya terhalang sayap pesawat, setidaknya mata saya bisa merekamnya dalam memori otak.
Pagi itu adalah perjalanan pertama saya menuju pulau Flores, Nusa Tenggara Timur, tepatnya ke kota Maumere. Dan sejak jauh-jauh hari, saya sudah mempersiapkan diri untuk perjalanan itu. Mulai dari membersihkan debu-debu di kamera, yang sudah hampir satu tahun hanya teronggok di dry box, Mencharge baterei kamera, melakukan sedikit riset terkait medan yang akan saya tempuh di Flores nanti, hingga melakukan web check in, agar mendapatkan kursi yang pas untuk memotret dari balik pesawat. Sayangnya, langkah terakhir, saya terlupa. Karena itu, pagi-pagi, saya sudah tiba di bandara, dan sedikit berlari menuju counter check in, berharap mendapatkan kursi dekat jendela yang tersisa.
Mengapa saya memilih window seat yang sisi kanan, kenapa bukan sisi kiri?
Perjalanan saya dari Surabaya menuju Maumere bukan perjalanan langsung, tapi mengambil transit satu kali di Denpasar. Dari sedikit riset yang saya lakukan dengan melihat google maps, perjalanan dari Denpasar ke Maumere akan melintasi beberapa kepulauan mulai dari Nusa Penida, Lombok, Sumbawa, Komodo hingga Flores. Diantara empat pulau-pulau besar ini, berserakan pulau-pulau kecil yang jumlahnya mungkin puluhan bahkan ratusan. Jadi, bisa dibayangkan bagaimana cantiknya view di sepanjang perjalanan.
Perjalanan dari Denpasar menuju Maumere adalah perjalanan ke arah timur, dan saya mengambil jam perjalanan di pagi hari. Artinya sebenarnya saya mengambil kursi di sisi kanan ataupun kiri sama saja. Kemudian saya mengamati history penerbangan jalur Denpasar – Maumere di flightradar. Dari sini kemudian saya tahu bahwa, jalur perjalanan pesawat tidak lurus langsung ke timur, tetapi ke arah timur laut terlebih dahulu, melintasi pulau Lombok, hingga ke utara pulau Sumbawa. Setelah itu jalur pesawat lurus ke timur, sebelum kemudian berbelok sedikit tenggara menjelang tiba di Maumere.
Dari hasil analisa tersebut, saya mendapatkan kesimpulan, bahwa, view cantik pulau-pulau berada di sisi selatan pesawat. Jadi jika perjalanannya adalah Denpasar – Maumere, maka sisi jendala yang akan mendapatkan view tersebut berada di kanan, sedangkan jika perjalanan sebaliknya dari Maumere ke Denpasar, maka yang akan mendapatkan view terbaik adalah window seat sisi kiri.
Sekitar pukul 7.30 pagi, panggilan boarding terdengar di telinga saya. Pesawat tampak cukup penuh pagi ini. Memasuki pesawat, mata saya terus menerus melihat ke arah nomor kursi. Dan setelah dua menit, saya menyadari bahwa saya akan duduk di kursi paling belakang di dalam pesawat Boeing 737 seri 500. Untuk kedua kalinya saya bersyukur, karena dengan duduk di kursi belakang, pandangan saya ke pemandangan di balik jendela akan bebas tanpa terhalang sayap.
Tepat jam 8 pagi, pesawat pun tinggal landas dari bandara Juanda menuju bandara I Gusti Ngurah Rai. Awalnya saya merasa, tidak ada view yang menarik dari perjalanan Surabaya – Denpasar ini, jadinya saya memutuskan untuk memejamkan mata. Toh, sudah beberapa kali juga saya melalui rute ini. Namun karena tidak bisa tidur, saya pun akhirnya menatap jendela, dan kemudian saya mendapatkan view yang cukup menarik, yaitu melihat sisi terpendek dari selat Bali, yang menjadi jalur penyeberangan Jawa – Bali. Saya pun langsung mengabadikan view tersebut.
Beberapa menit kemudian, pesawat pun mendarat mulus di bandara internasional Ngurah Rai, Denpasar. Karena tipe transitnya adalah stopover alias penumpang yang ke arah Maumere tidak perlu berganti pesawat, saya pun tetap stay di pesawat. Saya manfaatkan waktu ini untuk tidur sejenak. Satu jam kemudian, pesawat pun sudah berada di udara lagi. Jika rute Surabaya – Denpasar tadi begitu penuh, untuk rute Denpasar – Maumere ini relatif lengang. Okupansi saat itu saya taksir sekitar 50 % saja, sehingga di sana-sini tampak banyak kursi kosong. Pramugari juga menawari saya jika mau berpindah tempat duduk. Namun, saya tetap memilih duduk di kursi paling belakang.
Dan ternyata ini adalah pilihan yang tepat. Baru mengudara 20 menit, saya sudah disuguhi pemandangan sisi utara pulau Sumbawa yang sangat cantik. View semakin cantik ketika pesawat mulai lepas dari pulau Sumbawa dan memasuki perairan sekitar pulau Komodo. Saya melihat sebuah pulau kecil yang berbentuk menyerupai katak. Awalnya saya mengira itu pulau Komodo, tetapi saya tidak begitu yakin karena sepertinya terlalu kecil. Dan ternyata itu memang bukan pulau Komodo. Dari google maps saya mendapatkan informasi bahwa nama pulau itu adalah pulau Kelapa. Setelah pulau Kelapa, barulah saya melihat pulau Komodo. Dari atas pesawat, pulau Komodo terlihat seperti akar tanaman.
Siang itu suasana langit cukup cerah dengan awan yang tidak terlalu banyak, sehingga pandangan ke arah pulau-pulau tersebut tidak terhalang. Salah satu hal terbaik yang saya dapatkan saat itu adalah, saya bisa melihat pulau Padar, yang sangat tersohor di kalangan wisatawan yang pernah berkunjung ke pulau Komodo, dengan cukup jelas. Di setiap pulau yang saya lihat, dikelilingi oleh laut yang menghijau, tanda begitu jernihnya air disana.
Memasuki pulau Flores, lansekap bukit-bukit batu menjadi menu utama. Meskipun hari itu, pertama kalinya saya melihat bukit-bukit batu tersebut, namun pemandangan itu tidak nampak asing bagi saya, karena saya sering menyaksikannya dalam poster maupun iklan pariwisata pulau Flores. Ketika berada di sekitaran Labuan Bajo, saya melihat sebuah danau yang sekilas berbentuk seperti hati. Kalau saya menduga, danau ini adalah danau vulkanik, karena terletak di sebuah perbukitan. Dugaan saya teryata tidak salah. Itu adalah danau Sano Nggoang, sebuah danau purba yang sebenarnya adalah kaldera, hasil letusan dari gunung Sanonggoang.
Sekitar tiga puluh menit kemudian, akhirnya pesawat mendarat dengan mulus di bandara Frans Seda, Maumere. Dan akhirnya, kaki saya menjejak pertama kalinya di pulau Flores. Di perjalanan kali ini saya hanya sekitar 24 jam berada di pulau Flores, karena memang saya berangkat kesana dalam rangka tugas. Tidak terlalu banyak yang bisa saya eksplorasi dari perjalanan yang pendek ini. Hanya saja, saya sudah sangat bersyukur, diberi kesempatan menyaksikan pemandangan yang indah dari pulau Flores dari atas pesawat. Sungguh sebuah pengalaman yang sangat mengesankan.