Hari Minggu, 27 Maret 2016 ini, Telkomsel Photo Marathon Maret 2016 memasuki hari terakhir. Tema untuk hari ketiga adalah Street Photo.
Pemenang untuk lomba foto yang kedua, tema seni dan budaya Indonesia, sudah diumumkan, dan lagi-lagi, saya belum bisa menggondol juara. Tapi seperti yang saya utarakan kemarin, mendapatkan like dan nambah satu postingan di blog itu sudah Alhamdulillah banget.
“Ketika kata tak mampu terucap, aksara tak sanggup terangkai, biarkanlah foto yang berbicara”
———-
Malam ini, ketika aku menggerakkan tuts-tuts keyboard laptopku, mengetikkan satu demi satu huruf ke layar, tiba-tiba aku seperti kehilangan kata-kata yang hendak ku tulis. Sudah saatnya bagiku untuk memperbarui isi postingan di blog tercinta ini setelah terakhir aku melakukannya lebih dari seminggu yang lalu. Seminggu sebenarnya waktu yang belum terlalu lama bagiku, tetapi setelah apa yang terjadi di bulan Januari kemarin, rasanya aku tidak ingin kehilangan momentum itu.
Sambil berusaha bercerita, mataku memandang lekat foto-foto jembatan Ampera yang pernah ku ambil ketika bertandang ke Palembang. Tak terasa, ternyata banyak sekali. Ada sekitar 30an lebih dengan berbagai sudut dan waktu pengambilan. Memang, dari total lima kali kunjunganku ke Palembang, sejak kedatanganku pertama sekitar awal September 2013 yang lalu, aku tidak pernah melewatkan sekalipun untuk tidak berkunjung ke Jembatan Ampera.
Sore itu sebenarnya biasa saja. Tidak ada yang spesial, masih sama dengan sore-sore yang biasanya. Tapi jadi spesial buatku karena lokasinya. Ini yang pertama kalinya buatku menjejak kaki di tempat ini. Suara gelombang air dan desiran angin langsung menyambutku begitu keluar dari mobil angkot yang kutumpangi. Hmm, segar dan hangat sekali.
Lagi tengah berjalan menikmati suasana, tiba-tiba seorang anak kecil menabrakku.
Maaf, ujarnya singkat dengan nafas yang tersengal-sengal, sambil kemudian meneruskan larinya. Di belakangnya seseorang berlari mengejarnya. Keduanya saling berteriak dan tertawa. Mataku terus mengamati keduanya sampai akhirnya si pengejar berhasil menangkap yang dikejar. Aku tersenyum. Ah, jadi terkenang masa kecil dulu, batinku.
Di penghujung tahun 2013 ini, satu lagi kota di nusantara tercinta ini aku jejaki. Kota yang terkenal akan kudapan khasnya yang berbahan dasar ikan. Kota yang memiliki sungai terbesar di pulau Sumatera. Dan juga kota yang merupakan tuan rumah pekan olahraga Asia Tenggara, Sea Games tahun 2011 dan Islamic Solidarity Games (ISG) beberapa bulan yang lalu.
Saat mendengar rencana bahwa aku akan berangkat ke kota ini dalam rangka dinas, serta merta aku langsung teringat komentar salah seorang kawan pada salah satu tulisanku di blog ini, tentang Bangkok dan sungai Chao Phraya-nya. Kalau hanya ingin sekedar menikmati pemandangan sungai, Melihat bagaimana sebuah sungai menjadi denyut nadi kehidupan dan asal muasal sebuah peradaban, Kau tidak perlu jauh-jauh ke Thailand. Cukup saja datang ke Palembang.