Sore itu sebenarnya biasa saja. Tidak ada yang spesial, masih sama dengan sore-sore yang biasanya. Tapi jadi spesial buatku karena lokasinya. Ini yang pertama kalinya buatku menjejak kaki di tempat ini. Suara gelombang air dan desiran angin langsung menyambutku begitu keluar dari mobil angkot yang kutumpangi. Hmm, segar dan hangat sekali.
Lagi tengah berjalan menikmati suasana, tiba-tiba seorang anak kecil menabrakku.
Maaf, ujarnya singkat dengan nafas yang tersengal-sengal, sambil kemudian meneruskan larinya. Di belakangnya seseorang berlari mengejarnya. Keduanya saling berteriak dan tertawa. Mataku terus mengamati keduanya sampai akhirnya si pengejar berhasil menangkap yang dikejar. Aku tersenyum. Ah, jadi terkenang masa kecil dulu, batinku.
Anganku buyar ketika sebuah becak melesat tepat satu langkah didepanku. Becak mini tepatnya, karena ukurannya yang lebih kecil dari becak pada umumnya dan hanya mempunyai satu kabin penumpang di depan. Nyaris saja aku tertabrak. Lagi-lagi pelakunya adalah anak-anak. Dan lagi-lagi aku melihat tawa lepas dari anak-anak itu. Permainan yang mereka lakukan masih sama, kejar-kejaran, hanya saja kali ini mereka berkejar-kejaran dengan becak mini.
Di sudut yang lain, agak jauh dari tempatku berdiri, aku melihat permainan yang lebih modern, yakni mobil aki, sebuah mobil mini yang bisa bergerak dengan menggunakan energi listrik yang dibangkitkan oleh aki. Penikmat dari permainan ini kebanyakan adalah para balita. Bagi yang kakinya sudah sanggup untuk menginjak pedal gas, mereka bisa mengendarai sendiri mobil akinya. Tapi bagi yang masih sangat kecil, mereka cukup duduk di jok mobil, dan mobil akan dikendalikan oleh remote control.
Sore yang begitu riuh disini, di depan pelataran Benteng Kuto Besak (BKB), Palembang. Area ini memang menjadi area publik di Palembang. Jika anak-anak tengah menikmati permainannya, yang remaja asyik nongkrong rame-rame. Ada yang sambil berfoto bersama, makan aneka kudapan khas Palembang ataupun sekedar ngobrol menikmati sore.
Di tenggara BKB, berdiri dengan gagah Jembatan Ampera, landmark kebanggan warga Palembang, Sumatera Selatan serta Indonesia. Diresmikan sekitar tahun 1965, jembatan yang menghubungkan kawasan Palembang ilir dan Palembang ulu ini sempat menjadi jembatan terpanjang se Asia Tenggara. Satu lagi yang membanggakan, desain dari jembatan Ampera ini menggunakan teknologi yang sangat modern di jamannya, yaitu jembatan yang bisa di naik dan turunkan untuk memberi kesempatan kapal untuk lewat. Konon, karena padatnya lalu lintas, sejak tahun 1970 hingga sekarang, jembatan sudah tidak pernah di naik turunkan lagi.
Bagi para wisatawan yang datang ke Palembang, dianggap belum sah datang ke Palembang, jika belum berfoto dengan latar belakang Jembatan Ampera dan sungai Musi. Jadi, tak perlu waktu lama bagiku untuk memutuskan segera memasang tripod dan kamera. Meski sudah sangat banyak foto jembatan ini terpampang di media massa, poster ataupun internet, aku tetap semangat untuk memotret salah satu saksi sejarah perjalanan hidup Republik ini. Aku tentu tidak mau kehilangan momen untuk menambah koleksi foto aneka landmark sebuah kota.
Sambil memotret, aku tidak henti-hentinya takjub. Hmm, bangsa ini sebenarnya pernah besar. Dan bahkan sangat besar. Gelora Bung Karno dulunya adalah stadion termegah di Asia. Jembatan Ampera juga terpanjang di Asia Tenggara. Ada juga Monumen Nasional yang juga merupakan salah satu bangunan tertinggi di Asia di masanya. Sayang semuanya kini tinggal menjadi romantisme masa lalu. Tapi, aku yakin, dengan potensi yang dimiliki negara ini, suatu saat nanti masa kejayaan itu bisa datang lagi. Optimis.
Aku terus memotret hingga malam datang. Tidak lengkap rasanya jika tidak mengabadikan landmark seindah ini di saat blue hour. Dan alhamdulillah, sore itu cuaca mendukung.
Semakin malam, kawasan BKB atau juga dikenal dengan nama lain area bawah Jembatan Ampera ini semakin meriah. Karena sudah puas memotret serta perut yang mulai terasa lapar, aku pun menyudahi kunjunganku. Tapi itu bukan akhir kunjunganku ke daerah BKB ini, karena beberapa kali mendapat kesempatan untuk datang lagi ke Palembang, aku selalu menyisihkan minimal satu kali untuk datang kemari. Entahlah, kawasan ini seperti memberikan kehangatan dan keramahan khas Palembang. Dan tentu saja, untuk berjumpa kembali dengan sang Jembatan Ampera yang anggun itu.
makan di rumah makan yang di pinggir sungai yang kesana naik perahu gak? rumah makan terapung hehee
“Belum nyobak Mil. Payah nih. Lain kali kalau ada kesempatan, pengen nyobain”
jembatan ampera…. pemandangannya saat malam memang mengesankan..
Sore yang indah ya, ingin sekali ke Kota ini 🙂