Bagi saya, Bandung selalu menyimpan sejuta pesona. Dan saya selalu menyiapkan diri akan sebuah kejutan jika berkunjung ke ibukota bumi Parahyangan itu. Seperti saat saya terakhir berkunjung ke Bandung, 14 Mei 2017 silam, dimana saya dikejutkan dengan sebuah pengalaman menginap di sebuah hotel yang, bagi saya, sangat unik.
Saat itu, ada undangan dinas dari kantor, untuk melakukan benchmark ke salah satu perusahaan yang berkantor pusat di Bandung, di keesokan harinya, Senin pagi, 15 Mei 2017. Dikarenakan undangan mendadak ditambah lagi saat itu adalah masa akhir dari long weekend, maka seluruh tiket pesawat hari untuk Senin pagi maupun Minggu siang hingga malam sudah habis. Nasib tiket kereta api pun setali tiga uang. Pilihan satu-satunya yang bisa saya lakukan adalah terpaksa mengakhiri akhir pekan bersama keluarga lebih cepat dengan berangkat hari Minggu subuh dari Surabaya.
Sebagai kompensasi atas “liburan tak terduga” di Bandung ini, maka hal pertama yang saya pikirkan saat itu adalah berusaha untuk mendapatkan banyak manfaat. Ya sebagai blogger dan fotografer amatiran seperti saya, manfaat yang ingin diambil ya ga jauh-jauh dari cerita, untuk bahan postingan blog, ataupun foto. Untuk itulah, saat memilih hotel untuk menginap selama satu malam, saya sengaja memilih hotel yang unik. Karena baru saja melewati masa long weekend, maka rate hunian hotel di Bandung saat itu relatif murah. Beberapa hotel berbintang empat, menawarkan harga sekitar 400 hingga 500 ribuan untuk kamar tanpa sarapan. Dan beberapa hotel tersebut yang saya tahu, memiliki desain arsitektur yang unik ataupun terletak di daerah yang cukup ramai seperti Dago ataupun Braga.
Tapi, kemudian mata saya terpaku pada sebuah hotel, yang hanya memiliki dua bintang, tetapi berani memasang harga per malam hampir setara dengan hotel bintang tiga bahkan empat. Yang membuat saya semakin takjub, rating yang diberikan para pelanggannya pada sebuah aplikasi web pemesanan hotel ataupun web khusus review hotel, cukup tinggi. Saya pun akhirnya memutuskan untuk menginap disana dengan sebuah ekspektasi yang sangat tinggi.
Sesampainya di meja resepsionis hotel, kesan pertama yang saya dapatkan sangat bagus. Sebuah bangunan bercitarasa seni yang cukup tinggi menyambut kedatangan saya. Sambil menunggu antrian proses check in, saya mengintip ke arah lobi dan restoran hotel. Dan seketika itu pula, hasrat memotret saya pun memuncak. Tapi, saya berusaha meredamnya karena saya belum meminta ijin untuk mengambil gambar.
Setelah proses check in selesai dan kunci kamar sudah saya terima, saya meminta ijin apakah diperbolehkan untuk memotret di lingkungan hotel. Kemudian petugas resepsionis bertanya kembali ke saya, untuk keperluan apa. Jika memang untuk kebutuhan pembuatan foto produk ataupun pre-wedding, maka mereka menawarkan harga paket foto. Saya pun menjelaskan, bahwa saya fotografer amatir dan juga blogger, yang membutuhkan materi foto, sekedar untuk bahan tulisan di blog saya, atau bahan untuk akun instagram saya. Alhamdulillah, saya pun diijinkan.
Hotel Summerbird Bed and Brasserie memiliki tiga lantai yang mana dimasing-masing lantai memiliki sebuah ruang terbuka yang sangat cantik. Di lantai satu, ada restoran yang memiliki desain vintage yang unik. Salah satu keunikannya adalah salah satu meja di restoran ini adalah bekas dari meja mesin jahit, karena di bawah meja tersebut adalah pedal bergoyang yang dulunya di pakai di mesin jahit manual. Di lantai dua, terdapat sebuah ruang berkumpul yang hampir sebagian besar materinya terbuat dari kayu. Ruang di lantai dua ini didesain lebih ke arah café daripada restoran. Di setiap bangku kayu tersebut, terdapat bantal-bantal cantik yang dijamin akan membuat suasana nongkrong menjadi lebih nyaman. Sedangkan di lantai tiga, kembali terdapat ruang makan yang kali ini desainnya lebih resmi dibandingkan di lantai satu dan dua.
Untuk kamarnya juga didesain cukup unik. Meskipun luasan kamarnya relatif sempit, tapi desain yang menarik membuat kamar tetap terasa nyaman. Jika melihat jenis kamar di web pemesanan kamar maupun website resmi hotel, terdapat empat tema kamar di sini, yaitu Rustic, Vintage, French dan Scandinavian room. Kalau dilihat dari desainnya, kamar yang saya tempat adalah French room.
Untuk menu sarapan, saat saya menginap kemarin, modelnya A la carte. Jadi ketika check in, saya langsung di tanya, mau sarapan apa? Ada mie goreng, nasi goreng, menu western dan menu apa lagi gitu, saya lupa. Satu kamar, dapat jatah sarapan dua menu. Karena orang jawa asli, ya saya milih mie goreng sama nasi goreng saja, he he. Untuk rasanya, bagi saya sih, enak, karena tokh, saya berhasil menghabiskan keduanya.
Overall, saya puas menginap disini. Kalaupun ada yang mengganjal dalam diri saya saat itu yang membuat saya tidak puas adalah, harusnya saya menginap di sini bersama istri, bukan sendirian, karena hotel ini amat sayang untuk dinikmati sendirian, he he he. Ah, jadi pengen segera ke Bandung lagi.