Malam itu, saya baru saja tiba di kota Medan, setelah menempuh perjalanan udara selama 3 jam dari Surabaya plus 45 menit perjalanan kereta dari Stasiun bandara Kuala Namu ke stasiun Medan. Jarum jam sudah menunjukkan pukul 7 malam, tetapi petang baru menjelang di kota Medan. Keluar dari stasiun, saya dihadapkan pada dua pilihan dalam perjalanan menuju hotel, apakah naik taksi atau bentor. Jarak dari stasiun ke hotel hanya sekitar 1.8 km. Kalau naik taksi, sepertinya terlalu dekat. Kalau naik bentor, belum tahu pasarannya. Akhirnya tiba-tiba saya memutuskan untuk memilih pilihan ketiga, yaitu jalan kaki.
Di tengah perjalanan menuju hotel, tepatnya di sekitar Jalan Irian Barat, saya menghirup sebuah aroma sate yang sangat harum dan menggoda. Tidak perlu waktu lama bagi perut saya untuk merespon bau harum tersebut menjadi rasa lapar. Apalagi memang sudah waktunya makan malam.
Tepat di depan biang keladi rasa lapar yang mendera saya malam itu, saya melihat sebuah hiruk pikuk nan sibuk. Sebuah keramaian terlihat begitu nyata di sebuah kedai sate yang konon kabarnya sudah berdiri sejak masa kemerdekaan. Nama kedainya cukup unik, Sate Memeng. Bagi saya, keramaian di sebuah warung tidak membuat saya gentar, tapi malah membuat saya yakin dengan rasa dari kuliner tersebut.
Setelah mengambil duduk, saya pun disodori beberapa pilihan menu sate di sana mulai dari sate ayam, sate kambing, sate lembu, sate jerohan dan juga sate campur. Satu porsi sate terdiri dari lima tusuk sate dan satu buah lontong. Untuk pilihan bumbu, ada tiga, yakni bumbu kacang, bumbu kecap atau bumbu sate padang. Saya dengan mantap memilih satu porsi sate lembu dengan bumbu kecap.
Tidak perlu menunggu lama, sate yang saya pesan pun datang. Lima tusuk sate lembu yang tersaji didepan saya, sungguh membuat liur saya menetes. Daging satenya terlihat besar dan mantap. Ketika satu potongan daging sapi memasuki rongga mulut saya, saya merasakan sebuah rasa yang sangat kuat. Empuknya daging sapi berpadu dengan bumbu-bumbu gurih nan sedikit pedas, yang meresap ke dalam serat-serat daging. Dari cita rasa yang saya rasakan, sepertinya daging-daging tersebut sudah diberi aneka bumbu dan rempah sebelum dibakar. Dan kombinasi itu semua membuat lidah saya serasa bergoyang. Hmmm, sedaaapp.
Rasanya yang sedap, membuat satu porsi sate itu pun ludes hanya dalam waktu kurang dari sepuluh menit. Ingin rasanya memesan lagi, mencoba jenis sate yang lain dengan pilihan bumbu yang lain, tetapi entah kenapa, perut rasanya sudah sangat kenyang. Meski hanya lima tusuk sate dan sebuah lontong, ternyata sudah cukup memenuhi perut saya yang tidak bisa dibilang kecil. Apalagi ketika segelas teh manis panas mereguk masuk ke dalam kerongkongan, rasa puas dan kenyang sudah tidak tertahankan lagi. Alhamdulillah.
Satu porsi sate Memeng untuk sate lembu yang terdiri dari 5 tusuk sate dan satu buah lontong harganya sekitar 25 ribu rupiah. Bagi rekan-rekan yang kebetulan tengah berkunjung ke kota Medan dan ingin menikmati sate Memeng, tetapi karena suatu hal tidak sempat untuk datang ke Jalan Irian Barat, maka sate bisa dipesan melalui layanan Go-Food. Dari sebuah spanduk yang terpasang di kedai, Sate Memeng ini tidak mempunyai cabang, sehingga satu-satunya kedai sate memeng di Medan ya di Jalan Irian Barat ini. Bagaimana, penasaran dengan rasanya? Silakan datang ke kota Medan.