Sejak dua tahun silam, terdapat sebuah masjid baru di kampus C Universitas Airlangga. Masjid yang berlokasi tepat di sisi barat gedung manajemen Universitas Airlangga tersebut diberi nama Masjid Ulul Azmi. Dibangun sejak Desember 2014, Masjid Ulul Azmi diresmikan penggunaannya pada tanggal 27 Mei 2016, yang bertepatan dengan hari Jumat.
Masjid yang didirikan dengan 3 lantai ini, adalah persembahan dari ikatan alumni Universitas Airlangga. Nama Ulul Azmi diberikan dengan harapan bahwa masjid ini dapat memberikan inspirasi kepada semua orang bahwa dalam menjalani hidup dibutuhkan ketabahan dan kesabaran yang dilakukan secara istiqomah. Hal ini sejalan juga dengan motto dari Universitas Airlangga, yakni Excellence with Morality.
Sejak beberapa tahun terakhir sebuah Chapel yang berlokasi pada dataran tertinggi di kota Batu, menjadi buah bibir di kalangan wisatawan, utamanya wisatawan yang berasal dari Jawa Timur dan sekitarnya. Salah satu alasannya adalah suasana Chapel dan sekitaranya yang begitu cantik dan instagramable, sehingga sangat pas untuk dijadikan tempat berfoto.
Chapel ini terletak di Amartha Hills Hotel and Resort, salah satu hotel mewah, bintang empat, di kota Batu. Jika ingin sekedar berfoto-foto di Chapel, pengunjung tidak perlu menginap. Namun, jika tengah menginap, ada keuntungan yang bisa didapatkan, yaitu bisa mengabadikan suasana Chapel di waktu terbaiknya, yaitu ketika matahari terbit. Seperti foto yang saya ambil dan saya pajang di postingan ini.
Jika tengah berkunjung ke Makassar, saya menyarankan untuk memasukkan Pelabuhan Paotere ke dalam daftar kunjungan anda. Alasan utamanya tentunya adalah status pelabuhan Paotere yang merupakan salah satu pelabuhan tertua di Indonesia yang masih berdenyut hingga saat ini. Pelabuhan ini diperkirakan sudah mulai beroperasi sejak abad ke-14 dan merupakan warisan peninggalan dari kerajaan Gowa-Tallo, sebuah kerajaan yang pernah berjaya di masa lalu, dengan salah satu rajanya yang sangat termahsyur, Sultan Hasanuddin. Setiap harinya puluhan kapal berlabuh di pelabuhan ini untuk melakukan kegiatan bongkar muat barang.
Selain sebagai pintu masuk jalur perniagaan, pelabuhan Paotere diyakini juga menjadi salah satu pintu masuknya Islam ke tanah Makassar. Islam pun makin berkembang di Makassar ketika Kerajaan Gowa dipimpin oleh Sultan Alaudin, Raja Gowa yang memeluk Islam, sekaligus pengemban gelar “Sultan” yang pertama. Dari pelabuhan Paotere pulalah, ajaran Islam berlayar lebih jauh melintasi samudera Hindia menuju benua Australia. Islam dibawa oleh nelayan dan pedagang muslim Makassar yang tengah berlayar mencari teripang hingga ke pesisir Australia Barat, Australia Utara hingga Queensland pada sekitar pertengahan abad ke-17, satu abad sebelum kedatangan bangsa Eropa di Australia. Kedatangan nelayan dan pedagang Makassar ini disambut dengan baik oleh warga asli pesisir Australia, yang juga membutuhkan komoditas dari Sulawesi seperti tempurung kura-kura, tembakau dan juga barang-barang khas Sulawesi lainnya.
“Makassar bukan hanya Pantai Losari, Fort Rotterdam ataupun Somba Opu. Masih banyak potensi wisata lain yang perlu dijelajahi di kota Angin Mamiri ini, salah satunya adalah mengunjungi pulau-pulau (hoping islands) di gugusan kepulauan Spermonde”
Laut yang terhampar sepanjang mata memandang di suatu pagi yang cukup terik itu, membuat mata saya seperti tak mau berkedip. Airnya sungguh jernih dan tampak menghijau. Sesekali di permukaannya muncul kilauan bak permata, terutama ketika sang surya dapat memaparkan sinarnya tanpa ada awan yang menghalanginya. Setiap beberapa detik, air laut itu datang menghampiri daratan, tempat kaki saya berpijak saat ini, untuk menjilati butiran-butiran pasir yang berserakan di sepanjang garis pantai. Butiran-butiran pasir di daratan tersebut sebagian besar berwarna putih dan memiliki tekstur yang sangat lembut. Kelembutan pasir ini membuat saya langsung melepaskan alas kaki, begitu perahu motor yang membawa saya dari daratan pulau Sulawesi, bersandar. Saya membiarkan kulit di telapak kaki ini bersentuhan langsung dengan pasir pantai. Hmm, saya merasa seperti menginjak tepung terigu.
Saya terus melangkahkan kaki menyusuri daratan yang baru saja saya jejaki ini, hingga tanpa sadar, saya sudah tiba kembali di titik dimana saya tadi turun dari kapal. Lama penjelajahan itu hanya membutuhkan waktu 10 menit saja. Daratan ini memang bukanlah pulau yang besar, tetapi hanyalah sebuah pulau kecil seluas 2.3 hektar yang tersembul di perairan Selat Makassar. Orang-orang memanggilnya Samalona. Samalona tidak sendiri tinggal disini. Ada sekitar 120 pulau kecil lain yang berada di sekitarnya. Pulau-pulau itu membentuk sebuah gugusan kepulauan yang dikenal dengan nama gugusan kepulauan Spermonde. Gugusan kepulauan Spermonde memiliki wilayah yang cukup luas, terbentang mulai dari wilayah Takalar, Sulawes Selatan hingga Mamuju, Sulawesi Barat. Konon, nama spermonde berasal dari kata sperm (sperma), karena jika dilihat dari udara, gugusan kepulauan ini terlihat seperti sperma yang sedang bergerak.
Padang terbuka yang menghijau, itulah pemandangan yang menemani perjalanan saya, ketika menyusuri republik Turki sepanjang lebih dari 2000 km, mulai dari Istanbul, Canakkale, Izmir, Kusadasi, Cappadocia, Ankara hingga kembali ke kota Istanbul. Sebenarnya ini hampir sama dengan pemandangan di Indonesia, atau tepatnya pulau Jawa. Bedanya, jika di Indonesia, padang yang menghijau itu adalah sawah, sedangkan di turki, padang rumput atau savana. Jika ada perbedaan yang mencolok antara kedua negara adalah hadirnya baling-baling energi di puncak-puncak perbukitan di areal padang rumput Turki.
Wind Power, atau kalau di Indonesia disebut PLTB, Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (Angin), adalah salah satu sumber energi listrik yang menjadi andalan rakyat dari negeri yang terletak di dua benua itu. Turki memang dikenal memiliki kuantitas dan kualitas angin yang baik. Kecepatannya stabil dan bertiup hampir di sepanjang musim. PLTB di Turki terinstall di hampir seluruh penjuru negeri, dengan penyumbang kapasitas terbesar ada di dua propinsi, yakni Balikesir dan Izmir. Dari info di wikipedia, di tahun 2015, total terdapat sekitar 172 PLTB di seluruh penjuru Turki dengan total kapasitas daya terpasang sebesar 6195 MW (source). Listrik yang dihasilkan dari baling-baling energi di Turki ini sekitar 15685 GWH per tahun, yang mana ini artinya sekitar 6% dari kebutuhan energi listrik di Turki, dipasok oleh PLTB.