Cap Paspor Pertama Untuk Kiki

Tahun 2010, tahun dimana untuk pertama kalinya saya menjejakkan kaki ke Luar Negeri, tepatnya di negeri tetangga, Singapura. Saat itu saya merasakan sebuah perasaan yang sangat luar bisa bahagia. So very exciting. Sesaat setelah cap stempel Singapura terbubuh di Paspor, yang artinya saya diizinkan untuk masuk ke negeri pelabuhan itu, saya langsung kegirangan.

My sister narsis di Merlion Park
My sister narsis di Merlion Park

Kini, lima tahun berselang, saya ingin berbagi rasa, berbagi cerita dan berbagi pengalaman itu kepada si adik bungsu, Kiki. Setahun yang lalu, tepat di hari ulang tahunnya, dia resmi mempunyai paspor. Sengaja, saat itu, saya memberikannya kado ulang tahun berupa paspor, karena saya teringat sebuah artikel dari Prof Rhenald Khasali bahwa paspor adalah surat ijin memasuki dunia global. Bagaimana mungkin seseorang bisa mengunjungi negeri di luar tapal batas negaranya jika tidak memiliki paspor.

Saya melihat sebuah wajah yang berbinar, ketika Kiki menerima paspornya dari petugas imigrasi.

Setahun berlalu, paspor itu hanya teronggok di lemari kamar. Kondisinya masih sangat bersih dan baru, bahkan bau kertasnya pun masih tercium seperti saat paspor itu diserahterimakan. Saya iba melihat nasib sang paspor.

Sebenarnya, setelah tahu bahwa Kiki memiliki paspor, beberapa rekan kerjanya langsung terinspirasi untuk membuat paspor, tetapi pada akhirnya semua urung melakukannya. Jadilah Kiki tidak memiliki partner yang bisa diajak untuk traveling.

Suatu hari, di awal bulan Oktober 2015, saya iseng mencari-cari tiket perjalanan di website salah satu maskapai Low Cost Carrier yang sudah sangat tersohor di Asia. Saat itu, saya menemukan sebuah tiket perjalanan yang cukup murah dari Surabaya ke Johor Bahru, Malaysia. Satu tiket PP untuk perjalanan di akhir Oktober 2015 dijual dengan harga sekitar 800 ribu rupiah. Menurut saya, ini sudah sangat murah, karena sudah termasuk Airport Tax penerbangan internasional Bandara Juanda yang senilai 200 ribu rupiah. Saya pun berpikir untuk mengajak istri dan Kiki. Ketika info ini saya sampaikan ke Kiki, tanpa terlalu lama dia langsung mengiyakan seraya melonjak-lonjak kegirangan.

24 Oktober 2015, bertepat di gerbang imigrasi Bandara Senai, Johor Bahru, Malaysia, Kiki menerima cap di paspornya untuk pertama kalinya. Saya menatap wajahnya yang berbinar saat itu. Matanya dengan lekat mengamati salah satu halaman di paspornya. Suasana wajah yang juga pernah menghinggapiku lima tahun yang lalu.

Bandara Senai, Johor Bahru, Malaysia
Bandara Senai, Johor Bahru, Malaysia

Hari itu juga, tidak hanya satu cap stempel saja yang terbubuh di paspor Kiki, tapi dua, karena hari itu juga kita bertiga mengunjungi Singapura. Meskipun perjalanan kami sempat sedikit terhambat di imigrasi woodlans, Singapura, itu tidak mengurangi raut ceria yang terpancar dari wajahnya. Dan saya pun jadi ikut bahagia.

Narsis rame-rame di Merlion Park
Narsis rame-rame di Merlion Park
Pose My Sister di Bugis, Singapura
Pose My Sister di Bugis, Singapura

Semoga sedikit pengalaman kecil ini bisa menjadi salah satu bekalmu untuk mengarungi karir dan kehidupan di masa-masa mendatang ya adikku. Harapanku, semoga pengalaman ini membuatmu, dan juga sebenarnya terutama untuk saya sendiri, menjadi lebih percaya diri. Apalagi, di tahun 2016 ini, era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) dimulai. Kita, sebagai bagian dari bangsa Indonesia, harus bisa menghadapi dengan optimis dan juga percaya diri bahwa kita mampu bersaing dengan bangsa-bangsa di wilayah ASEAN.

One thought on “Cap Paspor Pertama Untuk Kiki

Leave a Reply to mukul chand Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *