Tempe Mendoan, itulah hal pertama yang ada di benak kami semua, begitu roda-roda mobil Erti yang dikemudikan Zemmy menyentuh aspal kota Purwokerto. Ketika itu waktu sudah menunjukkan pukul 8 malam dan kondisi perut kami sudah pada keroncongan. Apalagi masih ada sisa rasa kecewa karena kehabisan tempe mendoan ketika rehat di Wonosobo tadi. Jadilah, kegiatan pertama kami setibanya di Purwokerto adalah berburu tempe mendoan.
Mendoan adalah salah satu jenis kudapan dengan bahan dasar tempe yang konon berasal dari Purwokerto. Tempe diiris tipis dan lebar, dibalut dengan tepung yang sudah dibumbui lalu digoreng setengah matang. Jadi bentuknya bukan kering, tapi lembek. Paling enak ketika masih baru keluar dari penggorengan. Biasanya tempe mendoan disajikan bersama bumbu kacang.
Malam itu, kami berenam menjadi monster mendoan. Entahlah sudah berapa potong mendoan masuk ke dalam perut kami sampai-sampai kami sudah tidak ingin makan malam lagi. Biasanya sih, karena kami orang jawa, kalau belum makan nasi, belum bisa disebut makan. Tapi malam ini pengecualian.
Perut kenyang, hati senang, saatnya berburu penginapan. Hotel di Kawasan wisata Baturaden menjadi lokasi pilihan kami. Selain suasananya yang sejuk, harga sewa hotel di Baturaden juga lebih murah dibandingkan di tengah kota Purwokerto.
Begitu merebahkan badan di pembaringan, ucapan syukur terpanjatkan ke Allah SWT yang telah memberikan keselamatan dan kemudahan dalam perjalanan yang memakan waktu hampir 18 jam dari kota Surabaya.
—
Mataku terbuka ketika diluar hari masih sangat gelap. Bulir-bulir air terlihat membasahi jendela kamar. Terdengar suara gemericik air saat jatuh menghantam bumi. Harumnya bau tanah semerbak memenuhi atmosfer.
Hmmm begitu damai rasanya. Aku pandangi sekelilingku. Tampak dua orang tengah terlelap nyenyak dengan nikmatnya. Lelah dan penat ditambah dengan sejuknya udara Baturaden seolah-olah telah membius mereka ke alam mimpi.
Aku bangkit dari pembaringan lalu mengambil kameraku. Kuamati lagi seratusan lebih frame pemandangan dan momen yang sudah kubekukan disana. Ah, begitu indah Indonesia ini. Perjalanan ini belum usai, tapi aku sudah merancang untuk mengulang perjalanan ini, dengan waktu yang lebih lama tentunya untuk bisa lebih menjelajahi detil dari semua yang sudah kami lewati seharian kemarin. Merapi, Merbabu, Magelang, Dieng, ah, ternyata memang masih banyak tanah di Jawa yang belum aku jejak.
Belum lagi Sindoro, Sumbing Dan mendadak.. kruuk.. kruuk.. perutku berbunyi.
—
Dua jam kemudian, semburat sinar mulai tampak di ufuk timur. Aku, Aris dan Hikma sudah berada di dalam mobil untuk siap berburu . . . . . sarapan. Nasi pecel menjadi menu makan pagi pilihan kami.
Ada yang berbeda dari pecel yang kami nikmati di Baturaden ini, yakni adanya beberapa helai daun berwarna merah diantara tumpukan sayuran. Itu adalah helai dari bunga kecombrang. Dari informasi di wikipedia, Kecombrang adalah sejenis tanaman rempah yang sering dimanfaatkan untuk bumbu masakan. Bunganya bisa dimanfaatkan untuk sayuran. Karena memang bukan pecinta sayuran serta tidak berani bereksperimen dengan benda yang dominan hijau itu, maka aku hanya meminta sehelai kecombrang untuk dicicipi.
Lauknya, tentu saja, tempe mendoan, he he he.
Lagi-lagi karena waktu, kami tidak sempat menjelajah ke area wisata Baturaden. Pukul 8 pagi, kami sudah harus bersiap untuk menyaksikan agenda utama perjalanan kami ke Purwokerto, yakni akad nikah dari salah satu teman kantor dan dilanjutkan dengan acara resepsi tiga jam kemudian.
—
Digedung resepsi aku mendadak seperti tidak berada di jawa tengah. Telinga dan otakku roaming dengan berbagai macam percakapan yang kudengar. I am an alien now! Mereka memang terkadang berbicara dengan bahasa Indonesia atapun jawa, tetapi aksennya terdengar kurang jelas. Dan beberapa menit kemudian, aku baru menyadari apa yang terjadi. Saat ini aku berada di salah satu kawasan berbahasa Ngapak.
Satu lagi keajaiban indonesia berupa bahasa. Coba dibayangkan, untuk pulau jawa saja, ada sekitar lebih dari 4 bahasa yang dipakai oleh penduduk sehari-hari. Sunda, Ngapak, Jawa, Madura. Untuk Bahasa Jawa saja dibagi lagi menjadi tiga macam mulai dari yang sangat halus yakni kromo inggil, lalu kromo sampai yang paling kasar yaitu ngoko. Amazing Indonesia.
Setelah bersalaman sekaligus memberikan doa restu kepada sang pengantin, Mas Joni dan Mbak Sari, kami berenam langsung berpencar berburu aneka hidangan pernikahan. Perburuan dimulai dari sate ayam. Lalu dilanjutkan ke pempek. Kemudian soto kikil dan berakhir dengan dua mangkuk es campur. Alhamdulillah kenyang luar biasa. Setelah dirasa cukup, kami pun pamit kepada kedua mempelai.
Ketika hendak keluar gedung, tiba-tiba mataku tertumbuk pada salah satu gubuk makanan. Sebuah papan bertuliskan Soto Sokaraja menggantung di atap gubuk tersebut. Entah mengapa, saat berburu tadi aku tidak menyadari kehadiran gubuk ini. Ajaibnya, ternyata bukan hanya aku saja yang tidak menyadari, tetapi keempat rekanku yang lain juga. Hanya Zemmy saja yang sudah mengetahuinya.
Kami berlima pun sepakat untuk menunda kepulangan sejenak demi semangkuk Soto Sokaraja. Begitu semangkuk soto tersebut sampai di tanganku, aku seperti melihat sebuah keceriaan pada makanan. Soto ini begitu penuh warna. Mie kuningnya yang tebal. Potongan daging ayamnya yang kecokelatan. Toge yang putih pucat. Kerupuk yang beraneka warna serta segumpal bumbu kacang. Bumbu kacang? Yap bumbu kacang yang biasanya menjadi penyiram aneka macam sayuran pada pecel. Kesemuanya ini disiram dengan kuah kuning khas soto. Bagi yang suka pedas, bisa ditambahkan sambal dan ini otomatis membuat warna pada soto semakin semarak.
Rasanya? Sekali lagi jangan tanya pada seseorang yang hanya tahu bahwa rasa makanan itu ada dua, enak dan enak sekali, he he. Mending datang ke Purwokerto, dan mengecap sendiri. Setelah itu biarkan lidah berfantasi sendiri dengan rasanya.
—
Dan, akhirnya, saatnya memulai perjalanan pulang kembali ke Surabaya dengan agenda transit semalam di Jogja. Jika pada saat berangkat kami melewati rute Magelang Temanggung Wonosobo, maka untuk perjalanan pulang ini kami menuju Jogja via Kebumen. Bruum dan Erti pun melesat ke timur. Go East!! Jogja, here we come!!
Soto Sokaraja bikin saya pingin nih, itu dagingnya seger banget terus sambelnya sepertinya sambel mentah ya mas, aihh jadi pingin nyoba. Wiskul di Jateng ternyata banyak potensi yang belum terungkap, makasih infonya Surya 🙂
“Yang pasti maknyus mbak :)”
Purwokerto pancen adeeem
Suryaaaa…begitu lihat foto-foto makanan disini, mata saya langsung terbuka lebar!
😛
“He he he”
Surya, saya juga kalo bikin pecel suka pake kecombrang lo, itu menu favorit mas Budi dan saya kalo pas bikin pecel di rumah…ah, ah…sayang sekali saya jarang bikin tempe mendoan, paling mentok juga tempenya digoreng garing…hehehe
😀
“Oh iya toh mbak. Aku barusan tau kecombrang ya kemarin itu, he he. Memang kok, kayaknya bikin mendoan itu butuh kesabaran dan keahlian khusus”
Aduuuh, kenapa soto itu bikin saya tergoda, Sur?
Masa saya harus pergi kesana dulu buat nyobain sotonya?
Tapi yang pasti ngebayangin Surya dan kawan-kawan makan sate ayam, empek-empek, soto kikil dan dua mangkuk es campur plus tambahan semangkuk soto sokaraja itu bener-bener nggak bisa saya bayangin kenyangnya…dan masih ada perjalanan ke jogja pula, astagaaa…berat badan naik berapa kilo tuh, Sur?
😉
“Gak banyak kok mbak naiknya… hi hi hi”
aku juga doyan banget mendoan, tapi blum pernah makan mendoan langsung di purwekerto nya pdhal bbrp kali lewat tapi gak mampir. hiks
Suuur, belum ada posting baru?
Pengen lihat makanan lagi nih, apalagi siang-siang begini…
😀
“Maafkan mbak, malesnya lagi kumat, hi hi hi”
Wahhhhhhhh besok pulang kampung ahh
Purwokerto tercinta:D
Lain kali jgn lupa mampir krmhku mas
“Ayuk wes.. Pengen tour de jateng lagi :)”