Kala mentari baru saja memancarkan sebagian energinya. Kala sisa-sisa dinginnya angin malam masih terasa menembus kulit. Kala nadi pasar terapung masih berdenyut di antara riak-riak sungai kuin yang berwarna kecokelatan. Kala itu, sepasang mataku menatap lekat seorang ibu yang tengah mengayuh jukungnya di belantara sungai kuin yang sangat luas.
Tidak ada yang istimewa dari ibu itu sebenarnya. Pakaiannya, jukungnya, bedak dinginnya, hampir sama dengan ibu-ibu pedagang lain yang meramaikan suasana pagi di pasar terapung muara kuin. Yang membuat dirinya beda adalah kenyataan bahwa ibu itu mendayung jukungnya justru menjauhi keramaian pasar. Tatkala pasar masih sangat riuh oleh transaksi, dia justru pergi meninggalkannya.
Pulang, itulah tak lain tujuannya. Purna sudah tugasnya di hari ini. Sekeranjang jeruk, dua keranjang kesemek dan lima sisir pisang yang menjadi penumpang jukungnya sejak pagi masih buta beberapa jam yang lalu hanya tinggal menyisakan dua sisir pisang. Dua sisir pisang itu sekarang ditemani oleh beberapa ikat sayuran, lima kilo beras serta sedikit pundi-pundi rupiah.
Pasar memang tidak terlalu ramai sekarang ini. Karena itu tidak banyak yang dia bawa untuk dijual. Mending sedikit, tetapi habis dan cukup untuk dibelikan atau ditukarkan dengan barang-barang yang diperlukan.
Di masa kini, orang-orang banjar lebih senang belanja di darat. Praktis, cepat, dan nyaman. Tidak perlu berusah payah bangun pagi dan mendayung jukung menembus dinginnya angin. Denyut nadi banjar sudah berubah. Sungai-sungai yang dulunya sumber penghidupan, kini seolah kehilangan pesonanya.
Sang Ibu telah kembali pulang hari ini. Tapi esok, dia akan kembali lagi. Menyusuri riak-riak kecil sungai kuin yang sangat dicintainya. Sebuah harapan terpatri erat di dadanya, semoga Allah selalu menjaga sang sungai, sumber rizkinya selama ini. Tidak hanya untuk esok, tapi juga lusa, minggu depan, bulan depan, tahun depan, selamanya.
Sedih Sur bacanya. Merinding sampe berkaca-kaca.
There are things that seem hopeless to fight the mighty time.
bagus fotonya… narasi nya juga bagus, jadi pengen nangis huhuhuuuu
its beautiful
nice picture n nice story… laik dis, Surya 🙂
“Tengkyu mbak mechta”
Kesederhanaan selalu memikat saya, Sur…begitu juga dengan cerita tentang ibu penjual ini…menikmati hidup, memang tak harus dengan hura-hura. dalam kesunyian kita justru akan merasa lebih tenteram 🙂
Kereeen banget postingan dan foto-fotonya!
“Terima kasih mbak Ir”