Sebuah Pelajaran dari Kegagalan Menikmati Hot Air Balloon Cappadocia

Salah satu kekecewaan bagi saya dalam perjalanan ke Turki, bulan Maret 2018 silam adalah gagal naik balon udara atau hot air balloon di Cappadocia. Hal ini disebabkan kondisi cuaca, utamanya kecepatan angin, yang tidak kondusif sehingga dinyatakan tidak aman bagi penerbangan balon udara.

Pemandangan Matahari Terbit di Cappadocia Yang Gagal Saya Nikmati (Foto dari flickr.com)
Pemandangan Matahari Terbit di Cappadocia Yang Gagal Saya Nikmati (Foto dari flickr.com)

Sebenarnya saya tidak pantas untuk kecewa, karena larangan terbang ini semua demi keselamatan semua wisatawan. Tapi, dengan posisi saya yang sudah begitu dekat dengan Cappadocia, tetap saja, hal ini terasa menyesakkan.

Suasana Yang Bisa Saya Nikmati Andai Terbang Dengan Hot Air Balloon Cappadocia (Foto flickr.com)
Suasana Yang Bisa Saya Nikmati Andai Terbang Dengan Hot Air Balloon Cappadocia (Foto dari flickr.com)

Hal utama yang menjadi penyebab kekecewaan saya adalah ekspektasi. Salah satu tujuan utama saya dalam perjalanan ke Turki ini memang menikmati penerbangan balon udara di Goreme, Cappadocia. Saya sudah bermimpi bakal menikmati pemandangan matahari terbit terindah dalam hidup saya yang kemudian dilanjutkan dengan sajian panorama Cappadocia yang spektakuler dengan latar belakang ratusan balon udara, seperti yang saya saksikan di foto maupun vlog. Saya sudah membayangkan bakal mengabadikan secara utuh melalui video dan juga foto, perjalanan saya dari hotel menuju kawasan tempat penerbangan balon udara, dari sejak awal balon take off hingga pendaratan. Tapi semua mimpi itu kemudian gagal terwujud, dan saya pun kecewa.

Read more

Mevlana Museum, Sebuah Sejarah dari Kota Konya

Mevlana museum, itulah salah satu destinasi kami selama perjalanan road trip keliling Turki di bulan Maret silam. Berlokasi di kota Konya, Mevlana Museum adalah makam dari Mevlana/Maulana Jalaludin Muhammad Rumi, seorang sufi dari Persia. Dari kota Konya inilah, Rumi menyebarluaskan ajaran sufi. Tidak heran jika Konya juga mendapatkan julukan the city of Rumi, kotanya Rumi. Salah satu peninggalan dari ajaran Rumi adalah tarian sufi, sebuah tarian yang hanya memiliki satu gerakan saja, berputar melawan arah jarum jam.

Mevlana Museum, Konya
Mevlana Museum, Konya

Tidak terlalu banyak yang bisa saya ceritakan tentang Mevlana Museum, karena jadwal berkunjung yang relatif singkat dan kebetulan bersamaan dengan waktu adzan Ashar dikumandangkan, sehingga fokus saya adalah mencari masjid untuk sholat. Bertanya ke beberapa petugas, ternyata ada masjid di dalam museum. Saya pun kemudian bertanya lagi, dimana saya bisa mengambil wudhu? Sang petugas menunjuk sebuah kolam yang berada tepat di tengah komplek museum. Kolam itu memiliki kran-kran yang bisa digunakan untuk berwudhu atau sekedar mencuci kaki.

Read more

Sebuah Cerita Dari Booming Pariwisata di Cappadocia

Pernah dengar cerita orang Indonesia yang menjual atau mungkin menyewakan jangka panjang, pulau-pulau kecil nan eksotis di seantero nusantara kepada orang asing untuk kemudian dibangun private resort atau pusat wisata skala internasional. Atau mungkin pernah dengar cerita bukit atau gunung yang ditambang tanahnya hingga bukit atau gunung itu sudah tidak berbentuk bukit lagi. Tanah yang ditambang ini kemudian dijual ke negara lain sebagai bahan untuk membangun gedung ataupun reklamasi. Alasan yang sangat kuat dibalik semua ini tentu saja masalah ekonomi. Booming pariwisata ataupun booming reklamasi, membuat pemilik pulau atau tanah rela melepaskannya demi pundi pundi uang.

Sebuah pemandangan di Cappadocia
Sebuah pemandangan di Cappadocia

Kejadian seperti ini, ternyata tidak hanya terjadi di Indonesia saja. Salah satunya terjadi di Turki, tepatnya di kawasan Goreme, Cappadocia. Goreme dikenal memiliki deretan perbukitan batu yang sangat indah. Perbukitan ini dibentuk bukan oleh tangan manusia, namun oleh alam, sehingga bukit batu ini memiliki keunikan dengan bentuknya yang berbeda-beda antara satu sama lain. Bukit batu ini kemudian digali sehingga terbentuklah ruang-ruang didalam bukit. Bahkan beberapa ruangan terletak di bawah tanah. Ruang-ruang ini kemudian difungsikan sebagai ruang tamu, kamar tidur hingga dapur sehingga bukit batu ini pun menjadi rumah. Beberapa bukit batu tidak hanya difungsikan sebagai rumah, tetapi juga sebagai tempat pertemuan, pemakaman dan juga tempat ibadah. Sekilas, ketika tengah berada di Goreme ini, rasanya seperti tengah menyelami kehidupan jaman batu ala Fred dan Wilma di film kartun, The Flinstones.

Read more

Terpana di Goreme Open Air Museum, Cappadocia

Takjub, sebuah ungkapan yang menjelaskan bagaimana cantiknya pemandangan yang singgah di sepasang mata saya pagi itu. Sebuah panorama deretan perbukitan batu berwarna kecokelatan yang berdiri di sebuah lahan yang terlihat tandus dan gersang. Bukit batu ini merupakan maha karya sang pencipta alam semesta melalui peristiwa erupsi gunung Erciyes, Gunung Hasan dan pegunungan Gullu pada 60 juta tahun yang lalu. Selain itu, terbentuknya perbukitan batu adalah akibat dari hujan angin yang mengikis permukaan tanah yang pada akhirnya membuat membuat struktur bebatuan terlihat unik dan mudah untuk dikikis dan digali. Saya pun berteriak dalam hati, selamat datang di Cappadocia, atau orang Turki biasa menyebutnya Kapadokya.

Suasana di Goreme Open Air Museum, Cappadocia
Suasana di Goreme Open Air Museum, Cappadocia

Bus yang saya tumpangi kemudian berhenti di depan sebuah area yang sudah dikelola sebagai area wisata, yaitu Goreme open air museum. Sebelum bisa menjelajahi seluruh bagian dari museum terbuka ini, kita harus membeli tiket dulu seharga 30 turki lira. Satu hal yang selalu menarik buat saya adalah penggunaan paving blok di seluruh wilayah kota tua di Turki, termasuk Asklepion, Ephesus maupun di Kapadokya ini.

Read more

Berfoto ala salju di Pamukkale

Jika dilihat sekilas, terutama dari kejauhan, benteng kapas Pamukkale tampak seperti sebuah gunung salju. Saya sendiri awalnya seperti tertipu dengan penampakan Pamukkale ketika berada di dalam bus. Apalagi di sepanjang perjalanan dari Kusadasi menuju Denizli, saya disuguhi pemandangan gunung beratapkan salju abadi yang sungguh sangat mempesona di mata saya. Hati ini sudah terlanjur senang, karena memang salah satu keinginan yang saat ini belum kesampaian adalah menikmati salju. Namun, ketika sudah sampai di lokasi benteng kapas Pamukkale, saya pun akhirnya harus menerima kenyataan, bahwa Pamukkale bukanlah gunung salju.

Tampilan Benteng Kapas Pamukkale yang sekilas mirip salju
Tampilan Benteng Kapas Pamukkale yang sekilas mirip salju

Warna putih dari Pamukkale berasal dari mineral batuan kapur yang dikandungnya. Infonya, pada jaman dahulu, beberapa kali terjadi gempa di kota kuno Hierapolis, tempat dimana Pamukkale berada. Gempa ini kemudian menyebabkan munculnya retakan-retakan di sekitar bukit Hierapolis. Dari retakan-retakan ini, kemudian muncul sumber air panas yang kaya akan kalsium karbonat. Awalnya suhu air panas di sini mencapai 100 hingga 350 derajat celcius, namun karena terpapar udara luar, suhunya makin lama makin turun dan air menjadi hangat. Aliran air ini kemudian menguap, memadat dan membentuk lapisan-lapisan kapur seperti yang bisa kita saksikan sekarang ini.

Read more