Terpana di Goreme Open Air Museum, Cappadocia

Takjub, sebuah ungkapan yang menjelaskan bagaimana cantiknya pemandangan yang singgah di sepasang mata saya pagi itu. Sebuah panorama deretan perbukitan batu berwarna kecokelatan yang berdiri di sebuah lahan yang terlihat tandus dan gersang. Bukit batu ini merupakan maha karya sang pencipta alam semesta melalui peristiwa erupsi gunung Erciyes, Gunung Hasan dan pegunungan Gullu pada 60 juta tahun yang lalu. Selain itu, terbentuknya perbukitan batu adalah akibat dari hujan angin yang mengikis permukaan tanah yang pada akhirnya membuat membuat struktur bebatuan terlihat unik dan mudah untuk dikikis dan digali. Saya pun berteriak dalam hati, selamat datang di Cappadocia, atau orang Turki biasa menyebutnya Kapadokya.

Suasana di Goreme Open Air Museum, Cappadocia
Suasana di Goreme Open Air Museum, Cappadocia

Bus yang saya tumpangi kemudian berhenti di depan sebuah area yang sudah dikelola sebagai area wisata, yaitu Goreme open air museum. Sebelum bisa menjelajahi seluruh bagian dari museum terbuka ini, kita harus membeli tiket dulu seharga 30 turki lira. Satu hal yang selalu menarik buat saya adalah penggunaan paving blok di seluruh wilayah kota tua di Turki, termasuk Asklepion, Ephesus maupun di Kapadokya ini.

Tiket Masuk Goreme Open Air Museum, Cappadocia
Tiket Masuk Goreme Open Air Museum, Cappadocia

Begitu memasuki pintu masuk, saya disambut sebuah bukit batu yang menjulang tinggi. Menurut info dari pemandu wisata, bukit batu ini difungsikan sebagai rumah ibadah, tepatnya gereja. Bukit batu ini dibagi dalam tiga tingkat, lantai dasar, lantai 2 dan lantai 3. Di setiap lantai terdapat cerukan-cerukan yang dimanfaatkan sebagai ruangan. Sayangnya, saya tidak diperkenankan masuk ke dalam ruangan-ruangan itu karena pihak pengelola museum khawatir, jika terlalu banyak pengunjung, bukit batunya bisa hancur.

Paving Blok di Goreme Open Air Museum, Cappadocia
Paving Blok di Goreme Open Air Museum, Cappadocia

Saya pun menjelajahi museum dan mendapatkan salah satu bukit batu yang ruangannya bisa dimasuki pengunjung. Pintu bukit batu berbentuk setengah elips, sama seperti sebuah liang yang biasa digunakan sebagai rumah binatang seperti tikus. Setelah melewati pintu, lantai ruangan sedikit menjorok ke bawah seperti sebuah lubang galian. Sekilas hal ini bukan menjadi masalah bagi pengunjung, tetapi jika jumlah pengunjung cukup banyak, maka aktivitas keluar masuk ruangan menjadi sedikit terhambat karena pintu masuk dan pintu keluarnya sama. Untuk memudahkan pengunjung, dibuat semacam anjungan kayu didalam ruangan-ruangan tersebut. Anjungan kayu ini dibuat sejajar dengan permukaan pintu.

Salah satu bukit batu yang difungsikan sebagai gereja di Goreme Open Air Museum, Cappadocia
Salah satu bukit batu yang difungsikan sebagai gereja di Goreme Open Air Museum, Cappadocia
Goreme Open Air Museum, Cappadocia
Goreme Open Air Museum, Cappadocia

Suasana di dalam ruangan seperti suasana di dalam goa. Hawanya terasa sejuk, meskipun saat itu cuaca di Cappadocia cukup cerah. Di dalam ruangan tersebut, terdapat beberapa hiasan dinding berupa gambar-gambar mozaik yang sering saya lihat di foto-foto gereja. Hal ini tidaklah mengherankan, karena infonya, Cappadocia ini dulunya adalah rumah bagi para penganut agama kristen yang lari dari kejaran bangsa romawi di sekitar abad ke-3 masehi. Lokasi Cappadocia memang cukup strategis untuk dijadikan tempat persembunyian. Lokasinya yang terletak di lembah-lembah yang dikelilingi pegunungan membuat Cappadocia serasa memiliki benteng alam. Bebatuan di sini juga mudah untuk digali, sehingga tidak ada kesulitan untuk membuat ruangan-ruangan di bukit batu. Sayangnya, ada larangan memotret di dalam ruangan, sehingga saya mencukupkan diri merekam dengan mata dan memori otak saya. Sebenarnya pemotretan yang dilarang adalah memotret dengan menggunakan flash, karena mozaik di dinding goa ini sangat rentan rusak jika sering terpapar cahaya flash. Namun, mungkin supaya tidak kecolongan, maka sekalian dibuat peraturan dilarang memotret.

Dark Church (Posisi paling kiri di gambar) di Goreme Open Air Museum, Cappadocia
Dark Church (Posisi paling kiri di gambar) di Goreme Open Air Museum, Cappadocia

Sebagian besar perbukitan batu di Goreme Open Air Museum ini dulunya berfungsi sebagai gereja. Informasi itu didapat pada papan nama yang ada di setiap bukit batu. Ada St Basil Church, Tokali Church, St Catherine Church dan Dark Church. Khusus untuk Dark Church, jika kita ingin masuk ke Dark Church ada tiket masuk khusus yang terpisah dari tiket Goreme Open Air Museum. Karena keterbatasan waktu, saya tidak sempat masuk ke dalam Dark Church. Infonya, Dark Church, atau juga dikenal sebagai Karanlik Church, adalah gereja yang mozaiknya paling indah dan masih utuh. Hal ini disebabkan adanya burung-burung yang meninggalkan kotoran di dinding-dinding gereja. Uniknya, kotoran burung yang menutupi mozaik dinding ini, justru menjadi pelindung bagi mozaik itu sendiri dari tangan-tangan jahil ataupun perubahan cuaca. Karena itulah, pengunjung harus membayar lebih jika ingin mengunjungi Dark Church.

Keterbatasan waktu jugalah yang membuat saya tidak bisa menjelajah lebih banyak bukit batu yang indah di Goreme Open Air Museum ini. Ya mungkin ini artinya, suatu hari nanti, saya diminta untuk mengunjungi kembali ke Cappadocia, dengan durasi waktu yang lebih lama. Semoga.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *