Sudah lama sepasang kakiku ini tidak merasakan rumput lapangan sepak bola. Seingatku, terakhir aku bermain bola di lapangan rumput adalah pas lebaran 2007. Kala itu aku bermain bola bersama teman-temanku SMA. Memang sampai sekarang aku masih rutin bermain bola, tetapi itu bukan di lapangan rumput, tetapi di lapangan futsal. Meski secara permainan, kedua jenis olah raga ini sebenarnya sama, tapi bagiku ada sensasi yang berbeda ketika bermain futsal, yang kebanyakan dilakukan didalam ruangan a.k.a indoor, dengan bermain sepak bola.
Kerinduan itu akhirnya terobati kalau aku berkunjung ke kota Asam asam, Kalimantan Selatan, masih dalam rangka perjalanan dinas. Dahaga kaki kaki ini akhirnya terpuaskan. Meski bukan lapangan rumput yang rata. Meski bukan lapangan sepakbola ukuran standard internasional. Ataupun juga meski bermain bukan dengan lawan yang sepadan, baik dari sisi fisik maupun usia.
Asam asam adalah sebuah kota yang terletak di selatan kota Banjarmasin dengan waktu tempuh sekitar 3 jam. Saat ini Asam asam dikenal sebagai salah satu lumbung batu bara negeri ini. Kala aku berkunjung kesana, suasana kota sangat ramai dengan hirup pikuk aktivitas pertambangan dan para pekerjanya. Jalanan didominasi dengan bus-bus karyawan serta truk dump yang sarat dengan batubara.
Bumi Kalimantan memang terkenal sangat kaya dengan salah satu bahan bakar fosil yang keberadaannya menjadi incaran banyak sekali perusahaan energi, baik di Indonesia, maupun di dunia. Dan Asam asam adalah salah satunya. Dari informasi yang kudapat dari pemilik rumah kontrakan yang kami tempati selama di Asam asam, hampir setiap jengkal tanah di sana mengandung batu bara, termasuk rumah yang kami tempati dan jalan raya trans kalimantan. Cukup menggali sedalam 50 hingga 100 meter, maka akan ditemukan batu bara yang sangat berharga itu.
Dengan eksplorasi besar-besaran seperti yang tampak di Asam asam, mungkin dalam waktu yang tidak lama lagi, cadangan batu bara kita bakal menipis. Yach, aku hanya bisa berharap, semoga kita bisa memanfaatkan secara bijaksana sumber daya alam yang kita miliki sehingga anak cucu kita kelak masih bisa menikmatinya.
Sore itu, sepulang dari kantor, aku dan teman-teman tim menyempatkan diri untuk jalan-jalan sore. Kami ingin melihat suasana pertambangan batu bara yang hanya terletak beberapa ratus meter dari rumah kontrakan kami. Di tengah perjalanan, aku melihat anak-anak Asam asam, generasi muda penerus perjuangan negeri ini, tengah asyik bermain bola di sebuah lapangan rumput. Rumputnya tidak tampak hijau dan segar. Malah justru rumput di sana tampak sangat kering.
Dengan ramah, anak-anak itu menyapa kami semua. Sebuah keramahan yang sangat luar biasa buatku. Sejurus kemudian mereka mengajak kami untuk bergabung bermain bersama mereka. Sebuah tawaran yang benar-benar membuatku tergiur. Sayangnya saat itu aku tidak siap untuk bermain, karena masih menggunakan baju kerja. Aku pun menjanjikan untuk ikut bergabung esok hari. Dua diantara anak-anak yang tengah bermain bola itu ternyata adalah putra dari pemilik rumah kontrakan kami.
Keesokan harinya, aku menepati janjiku. Sepulang dari kantor, aku langsung berganti baju dan berlari menuju lapangan. Disana, para kawan-kawan kecilku sudah menunggu. Mas Idrus, salah satu rekanku satu tim, terpancing juga melihat semangatku. Dia pun akhirnya ikutan main juga.
Meski kecil, skill mereka tidak bisa diremehkan. Bakat alam mereka sungguh luar biasa. Dengan kondisi lapangan yang tidak rata dengan rumput yang mengering, mereka bisa mengendalikan bola dengan baik. Mereka juga mempunyai kecepatan yang luar biasa. Mereka pun sudah berani untuk melakukan body charge denganku, padahal tubuh mereka masih sangat mungil.
Ah andai saja, ada football talent scout alias pencari bakat disini, pastinya mereka akan sangat tergiur dengan skill dan bakat alam yang dimiliki putra-putri Asam asam ini. Mereka ini lah sesungguhnya adalah generasi baru tim nasional indonesia di masa depan.
Seusai bermain, aku mengajak mereka untuk berfoto bersama sebagai kenang-kenangan. Foto itu pun kuprint. Rencananya aku akan memberikan hasil print foto itu pada anak-anak tadi sebagai kenang-kenangan. Sayang sekali aku lupa untuk memberikan foto itu hingga waktu kepulanganku tiba. Semoga ada kesempatan buatku untuk kembali lagi ke Asam asam. Memberikan foto kenangan itu sekaligus untuk ikut bermain bola lagi. I really really love football.
Seperti biasa Sur. Fotonya indaaah dan membagi kenangan di sana.
Inget banget kaliyan seangkatan pada main bola. Kecuali aku. Hehehe. Yang namanya hobi gak bisa hilang ya Sur? 😀
“Yoi dan, hobi akan selalu jadi hobi sampai kapanpun.. :)”
hebat & salut.. 🙂
Jadi ingat asam-asam, saya pernah kerja di sana bulan oktober-desember 2007 😀
“Wah, baca ini serasa nostalgia ya pak.. :)”
udah lama juga rasanya saya tidak merasakan main di lapangan rumput.Poto-potonya keren om !!!
“Terima kasih mas :)”
Pagi mas ,, senang sekali melihat dunia yang disajikan dalam blog ini..
Kunjungi saya juga yah duniaberbagi.com
Dinas dimana ne?
“Terima kasih atas kunjungannya”
eh kok, sampe harus ngontrak rumah segala disono sih Sur?
Ini maksudnya Surya pindah ke Kalimantan apa gimana?
Trus Dewi gimana?
Atau cuman dinas sementara aja gituh?
*kepo amat sih*…hihihi…
“Itu dikontrakin kantor mbak, buat teman-teman yang lagi projek disana. Projeknya kan setahun mbak lamanya. Daripada teman-teman nyewa hotel, lebih murah dikontrakin rumah. Nah yang menghuni rumahnya ya gantian, yang kebagian dapat jadwal kesana. Kebetulan aku kemarin dapat jadwal kesana selama seminggu.”
Emang hari ginih rada susah nyari lapangan yang enak dipake main bola yah Sur…
Di komplek aku ajah, anak anak main bola di lapangan mesjid…
yang ada malahan pada diomelin terus ama marboth nya…hihihi…
“Iya mbak. Susah. Tau ada tanah kosong dikit aja, sekarang langsung dibeli orang. Gak kayak jaman dulu…”
saya belum pernah sampe kalimantan sana mas, wah ikutan seneng aja lihat tawa anak2 yg ceria main sepak bola 🙂
Suryaaaa…melakukan permainan bola di lapangan sederhana, ternyata tetap bisa memberikan kegembiraan ya!
Ikut seneng baca posting dan lihat foto-foto disini.
Saya ngebayangin, seandainya saja anak-anak itu mempunyai kesempatan lebih lama buat bermain bola dengan Surya, pasti kegembiraan mereka juga akan berlipat ganda 😀
“He he he, mereka gembira soalnya bisa meliuk-liuk melewati saya yang sudah kegendutan ini dengan mudah mbak.. :D”
Nama kotanya Asam asam, Sur?
saya baru denger sekarang lo, dan sungguh, saya amat prihatin dengan gersangnya kota dan penggalian batu bara itu…ah, kapan ya pembangunan bisa berjalan seiring dengan pelestarian lingkungan?
🙁
“Iya mbak… Miris kalau lihat, buminya aja yang dikeruk, tapi lingkungannya kurang diperhatikan.. :(“