Pagi itu saya berlari. Disela-sela hawa sejuk perbukitan di daerah kaki gunung Arjuno-Welirang. Diantara rimbunan hutan pinus yang menjulang tinggi. Ditengah-tengah percik-percik sinar matahari yang menyusup malu-malu diantara dedaunan dan ranting pinus. Kata orang, it is always the first time, dan pagi itu adalah untuk pertama kalinya saya mengikuti sebuah event lari bertajuk Safari Run 2017.
Diselenggarakan secara rutin sejak tahun 2015 oleh pengelola Taman Safari II, Prigen, Jawa Timur, Safari Run, menjadi sebuah perhelatan lari yang istimewa dan tidak biasa karena didalamnya terdapat kombinasi antara fun, family dan olahraga lari itu sendiri.
Ada dua kategori event lari yang bisa diikuti pada Safari Run 2017, yakni 5K dan 10K. Saya sendiri, disamping karena medannya yang berbukit dan status sebagai seorang debutan, maka saya memilih 5K.
Berangkat dari Surabaya sekitar jam 1/2 4 dini hari, saya, yang berangkat bersama rekan kantor, tiba di meeting point jam 1/2 6 pagi. Perjalanan 2 jam ini sudah termasuk singgah di sebuah masjid untuk menunaikan sholat subuh.
Suasana sudah sangat riuh ketika saya tiba di meeting point. Ini memang event lari pertama saya, jadi saya tidak membayangkan kalau suasananya begitu meriah. Memang lari saat ini sudah menjadi gaya hidup sebagian besar warga Indonesia, utamanya warga kota-kota besar seperti Jakarta atau Surabaya. Sebuah gaya hidup sehat yang patut dipertahankan.
Yang membuat saya makin heran adalah, saya melihat cukup banyak anak-anak kecil yang turut meramaikan arena. Dan tidak sedikit dari mereka mengambil jarak 10K. Hmm, tenang Sur, mereka itu memang sudah dilahirkan dengan bakat berlari, ujar batinku, menenangkan diri.
Start dimulai terlebih dahulu untuk peserta 10K dengan jarak 15 menit dengan start peserta 5K. Begitu start dimulai, para peserta langsung mengambil langkah cepat untuk berlari. Tak terkecuali saya. Dengan masih menenteng tas kamera, saya mencoba untuk melahap jarak.
Tapi itu hanya bertahan selama 5 menit awal saja. Suasana lari yang awalnya penuh dengan nuansa olahraga dan kompetisi, kemudian mendadak berubah, ketika peserta mulai memasuki gerbang utama taman safari. Disini saya tiba-tiba merasa dejavu dengan salah satu adegan di film Jurrasic Park. Peserta pun mulai tidak fokus dengan larinya. Mereka sibuk berfoto bersama, mengabadikan “keberhasilan mereka” memasuki area taman safari tanpa menumpang kendaraan. Tak terkecuali saya, yang reflek langsung mengambil kamera dan mulai membekukan banyak moment. Sayangnya, saat itu saya terpisah dari rombongan, jadi tidak ada yg memotret saya.
Suasana semakin semarak ketika bertemu dengan sang binatang. Jadilah, semakin banyak pelari yang memilih untuk berhenti sejenak untuk sekedar berswafoto bersama para satwa. Inilah yang tadi saya katakan bahwa Safari Run ini tidak hanya sebatas olahraga semata, tetapi juga sebagai sarana untuk fun bersama family.
Langkah demi langkah, dan sampailah saya di area kandang binatang buas yang diawali dengan area Beruang. Sempat penasaran, bagaimana kira2 ekspresi sang beruang ketika kami datang, eh ternyata sang beruang tidak ada di tkp. Saya menduga, si winnie the pooh, tengah disembunyikan di dalam kandang, yang terletak di sekitar area tersebut dengan diberi pagar pembatas.
Seorang anak kecil yang tengah berlari bersama ayahnya bertanya, “Ayah, beruangnya kok ga ada?”. “Ya lagi di masukkan kandangnya, sayang, biar ga nyerang manusia atau bahkan makan orang”
“Ooo, beruang itu bisa makan orang ya. Kok masha ga pernah dimakan si beruangnya ya, Yah”
Dan saya pun ingin sekali mencubit si fans dari Masha and the bear itu.
Suasana makin seru ketika mulai memasuki area kandang si belang, harimau, yang kemudian berlanjut ke kandang si raja hutan. Binatang-binatang tersebut memang tidak berkeliaran di areanya, hanya saja suara mereka, utamanya auman singa, sangat jelas terdengar. Suara itu beradu irama dengan suara patahan ranting dan daun kering yang tengah terinjak. Hmm, ngeri-ngeri sedap.
Keseruan itu pun terus berlanjut hingga garis finish. Meskipun ada suatu medan, dimana jalannya sangat menanjak dengan elevasi mencapai 45 derajat sepanjang sekitar 400 meter, saya berhasil menempuh garis finish sebelum cut off time, sehingga berhak mendapatkan medali finisher. Catatan waktu saya sekitar 56 menit, sangat jauh dibandingkan saat latihan dimana saya bisa menempuh jarak 5km dalam waktu 41 menit. Ya memang medannya lebih menantang daripada saat latihan, selain itu waktu tempuh yg cukup lama ini disebabkan akibat keasyikan memotret, dan juga dipotret tentunya.
Sebuah pengalaman lari yang sungguh luar biasa. Insya Allah, jika ada event serupa di tahun 2018, saya akan ikutan lagi. Sampai jumpa di Safari Run 2018.