Tak terasa, sudah lebih dari sebulan saya tidak menggores aksara demi aksara di blog ini. Sebelum tulisan ini, tulisan terakhir saya adalah per tanggal 13 Juli 2016, sekitar dua hari setelah berakhirnya kejuaraan Piala Eropa 2016. Setelah itu, tercatat lebih dari 40 hari, blog ini vakum dari update. Jika ada yang patut menjadi kambing hitam dari segala rekor buruk itu, maka saya akan dengan yakin menunjuk Pokemon Go.
Saya menginstall game buatan Niantic Labs tersebut per tanggal 14 Juli 2016, dan sejak saat itu update di blog ini pun berhenti.
Sebenarnya saya bukanlah seorang gamer sejati. Selama ini, hanya satu jenis game saja yang membuat saya kecanduan, yaitu game yang berhubungan dengan sepakbola, mulai dari Winning Eleven, Pro Evolution Soccer ataupun Football Manager. Genre game yang lain tidak pernah membuat saya tertarik, sampai kemudian datanglah Pokemon Go. Bagi saya, game Pokemon Go seperti membawa saya kembali menembus dimensi waktu menuju masa beberapa tahun silam, masa dimana Pokemon menjadi salah satu tontonan rutin saya. Saat itu, saya benar-benar tertarik dengan cerita perjalanan Ash dalam rangka menjadi pokemon trainer terhebat.
Di film itu pulalah, saya “berkenalan” dengan Pikachu, sang pokemon andalan si Ash yang setia. Pikachu adalah satu-satunya pokemon koleksi Ash yang tidak mau disimpan didalam pokeball. Entah bagaimana ceritanya, saya pun ngefans ke Pikachu. Beberapa benda kesayangan saya seperti motor hingga laptop kerja saya beri nama Pikachu. Jadi, tak salah memang jika pada akhirnya saya pun kecanduan bermain Pokemon Go.
Berawal dari bermain jujur hingga sekitar level 22, saya pun akhirnya tak kuasa untuk menahan godaan untuk bermain sedikit curang. Curang yang saya lakukan bukanlah dengan menggunakan Bot, tetapi menggunakan emulator android yang dilengkapi dengan pengacak GPS. Meski menggunakan emulator, saya tidak menggunakan aplikasi pokemon spawn semacam pokevision untuk mencari Pokemon tertentu. Yang saya lakukan tetap seperti biasanya saya bermain, berjalan-jalan untuk mencari dan menemukan Pokemon.
Awalnya, lokasi yang saya gunakan untuk mencari Pokemon tidak jauh dari lokasi saya berada. Jika kebetulan saya lagi di Surabaya, maka saya akan mencari di sekitar area pantai Kenjeran yang memang dikenal sebagai sarang berbagai jenis Pokemon. Sedangkan jika kebetulan berdinas di Jakarta, saya pasang fake gps pada area sekitaran Tugu Monas. Hingga kemudian datanglah godaan untuk menggunakan fake gps lebih jauh lagi hingga ke luar negeri.
Berbekal informasi dari internet tentang lokasi-lokasi di luar negeri yang sering dijadikan ajang perburuan Pokemon, saya pun memulai “perjalanan” saya. Destinasi pertama saya adalah Sydney, Australia. Disini saya mengambil lokasi di sekitar area Opera House yang tersohor itu. Meski hanya berupa perjalanan virtual, gambar-gambar yang terpajang di Pokestop yang banyak tersebar disana membuat saya seolah-olah bisa merasakan suasana disana. Luar biasa.
Saya bertahan dua hari di Sydney untuk kemudian “terbang” menuju Tokyo. Disana saya menuju dua tempat yang sangat ingin saya kunjungi ketika suatu hari nanti mendapat kesempatan untuk berkunjung ke sana, Akihabara dan Ueno Park. Sejak lama Akihabara dikenal sebagai daerah tempat para muda-mudi Jepang menunjukkan kebolehannya dalam hal fashion. Sedangkan Ueno Park adalah salah satu tempat terbaik di Tokyo untuk menikmati mekarnya Sakura. Lagi-lagi, gambar yang tertera didalam poke stop membawa saya seolah-olah berada disana.
Dua hari di Tokyo, saya “terbang” lebih jauh lagi. Kali ini ke Manchester, Inggris, serta Madrid di Spanyol. Di dua kota ini, saya melihat begitu banyak taman kota yang terhampar luas. Dari gambar yang terpampang di pokestop, saya bisa melihat taman disana begitu hijau dan asri. Taman-taman tersebut biasanya dilengkapi dengan danau buatan yang dikelilingi bangku-bangku taman sehingga pengunjung dapat menikmati suasana dengan nyaman.
Dari Manchester, saya mencoba bermaksud untuk terbang lagi ke barat, ke Amerika Serikat. Tapi ternyata akun saya tidak bisa dibuka lagi. Beberapa kali dicoba, kondisinya masih tetap sama. Awalnya saya mengira, server Niantic lagi down. Tetapi kemudian dari beberapa berita yang saya baca, saya tahu bahwa ternyata ini adalah sangsi dari Niantic.
Sejak pertengahan Agustus, Niantic mulai bersikap tegas pada pokemon trainer yang bermain curang seperti menggunakan bot atupun fake gps. Jika sebelum sebelumnya sangsi hanya berupa akun non aktif selama beberapa jam, kini sangsi berupa pembekuan akun secara permanen. Dari banyak akun yang dibekukan, akun saya ternyata termasuk didalamnya. Setelah bermain selama sekitar 35 hari, akhirnya “karir” saya sebagai pokemon trainer pun tamat. Awalnya sempat merasa sedih dan berencana untuk melakukan banding atas pembekuan akun saya. Setelah tiga puluh lima hari yang sangat seru, tiba-tiba semuanya hilang begitu saja. Tetapi kemudian saya menyadarai bahwa saya memang melakukan sesuatu yang salah dan pantas dihukum, jadi kemudian saya membatalkan rencana banding.
Karir Pokemon saya memang sudah tamat. Perjalanan panjang selama tiga puluh lima hari berakhir pahit. Meski, bisa dibilang game ini membuang-buang waktu dan mungkin juga membuat tidak produktif, ada beberapa hal yang saya anggap positif, yang saya dapatkan setelah bermain Pokemon Go dengan emulator dan fake gps. Salah satunya adalah bisa merasakan suasana Sydney, Tokyo dan juga Manchester, meski hanya secara virtual. Pengalaman ini benar-benar membuat saya bahagia. Semoga di masa depan, saya berkesempatan untuk mengunjungi tiga kota tersebut secara nyata. Tentu saja untuk berpetualangan, bukan berburu Pokemon.
Sampe skrng saya blm pernah maen pokemon GO
Pengen se sakjane
Game yang satu ini memang inovatif banget, bisa menyatukan antara augmented rality sama animasinya, mantaplah
Game ini sangat diminati oleh banyak orang pada jamannya
Sekarang makin ramai lagi, mbak. Ada komunitas-komunitas raid di berbagai kota