Kamis Pagi, 4 Desember 2014. Kawasan hutan Cikole, Lembang, Kabupaten Bandung, yang semula hening, mendadak riuh. Kesunyian pecah oleh suara deru puluhan mobil off road land rover yang berjalan beriringan menembus pekatnya rimba yang terletak di kaki gunung Tangkuban Perahu itu.
Medan jalanan hutan yang berupa jalanan setapak yang tidak rata, penuh lubang, berlumpur, dihiasi bebatuan gunung yang tak beraturan bentuknya, dengan tebing curam di satu sisi dan jurang menganga di sisi yang lain tidak membuat mobil-mobil itu mundur. Dengan gagah berani, mereka melibas jalanan itu.
Diantara deru mobil, tersisip suara jerit histeris dari manusia-manusia yang menumpang mobil. Suaranya mengandung sebuah rasa ketakutan yang sangat dalam. Dari luar, tampak mobil yang mereka tumpangi dalam posisi miring ataupun menukik, karena jalanan yang berlubang. Semakin keras dan ramai suara jeritan, berarti derajat kemiringan mobil semakin besar. Apalagi jika sang penumpang mengetahui ada jurang di sebelah mereka.
Begitu mobil yang mereka tumpangi berhasil melewati rintangan, ada sebuah kelegaan terasa. Kerja jantung mulai normal lagi. Aliran darah ke seluruh tubuh pun kembali lancar karena hormon adrenalin yang sedari tadi menyempitkan para pembuluh darah, berangsur-angsur pergi.
Wajah pun kembali ceria. Bahkan kini ketakutan itu berubah menjadi gelak tawa membahana ketika mendengar jeritan penuh ketakutan penumpang di mobil lain yang posisinya di belakang, yang masih belum melalui rintangan. Mereka seolah lupa, bahwa beberapa detik yang lalu, mereka juga mengalami ketakutan yang sama. Tapi kelegaan dan keceriaan mereka juga tidak bertahan lama, karena rintangan demi rintangan didepan yang akan membuat mereka menjerit dan memucat masih terhampar dan belum akan berakhir hingga garis finish terlampaui.
Itulah sensasi dari sebuah perjalanan off-road. Sekilas tidak ada yang menarik dari off road selain dari sensasi olahraga ekstrim yang menguji adrenalin sambil menikmati hijaunya hutan. Padahal, kalau direnungkan, banyak sekali pelajaran hidup yang bisa kita ambil dari sebuah perjalanan off-road.
Off road sebenarnya bisa disamakan dengan perjalanan hidup kita di dunia. Jalanan yang dihadapi ketika off road bukanlah jalanan aspal yang halus dan mulus, tetapi jalanan setapak yang penuh liku. Ada tanjakan, ada turunan. Ada lubang penuh lumpur, ada pula yang jalanan penuh bebatuan. Untuk melewatinya, mobil off road terkadang harus miring ke kanan, miring ke kiri. Terkadang pula mobil harus menukik tajam sehingga percikan lumpurnya sampai mengenai baju. Tak jarang pula, para penumpang pun akhirnya harus keluar dari mobil sejenak, karena kondisi ban mobil yang selip dan harus dibantu didorong agar dapat melanjutkan perjalanan.
Pergerakan mobil yang tidak stabil membuat penumpang didalamnya serasa diombang-ambingkan. Kadang ke kanan, ke kiri, ke atas, kebawah, ataupun ke segala penjuru arah. Beberapa kali penumpang akhrnya harus merelakan kepalanya terantuk atap mobil ataupun bertumbukan dengan penumpang lain di mobil. Lengan pun harus rela terluka karena tergores ranting pohon yang tumbuh liar di kiri kanan jalan. Tak jarang pula, ada barang yang dibawa harus hilang ataupun rusak karena terlempar keluar dari mobil ataupun tertindih badan.
Meskipun didera dengan segala ketidaknyamanan, hampir sebagian besar dari peserta off road tidak mau berhenti. Mereka akan terus menjalaninya, hingga mobil mencapai garis finish. Karena apa? Karena dibalik ketidaknyamanan itu, ada sebuah kebahagiaan didalamnya. Begitu satu rintangan terlewati, ada kebahagiaan, kelegaan dan juga kebanggan karena sudah berhasil melewati sebuah rintangan. Tapi, setelah itu rintangan demi rintangan akan datang kembali. Namun, dibalik rintangan yang silih berganti, akan ada secercah, dua cercah atau banyak cercah kebahagiaan yang akan datang menyapa. Ketidaknyamanan dan kenyamanan itu memang akan terus mengiringi perjalanan secara bergantian hingga garis finish dicapai.
Itulah hakikat kehidupan sebenarnya. Masalah demi masalah datang menghampiri. Ketika masalah datang, bukanlah akhir dari perjalanan hidup, karena yang menentukan akhir kehidupan adalah bukan manusia, tetapi Allah. Kehidupan akan terus berlanjut dengan manusia bertugas untuk bekerja keras menyelesaikan permasalahannya. Ketika semua masalah selesai, maka muncullah kebahagian dan kelegaan di balik masalah itu.
Namun kebahagiaan juga tidak abadi, karena masalah pasti akan datang kembali menghampiri. Tapi, sama seperti sebelumnya, dibalik masalah yang baru itu, pasti akan ada kebahagiaan baru dibaliknya. Semuanya berjalan silih berganti, hingga perjalanan kehidupan kita mencapai garis finishnya, yaitu kematian.
Hmmm.. So, mari menikmati sebuah penggalan kehidupan, melalui off road. Tancap Kang! Hajar!!!
Bener Sur, kebahagiaan juga tidak abadi, karena masalah akan kembali menghampiri…
Jadi pada intinya, duka dan bahagia itu, tergantung cara kita menikmatinya ya…ehm, saya nggak terlalu setuju dengan kegiatan off road Sur, merusak lingkungan banget kayaknya. Jalan yang rapi, jadi berantakan deh…hoho, jangan bilang siapa-siapa lo ya, nanti saya diprotes sana-sini soalnya… π
He he, setuju atau tidak setuju, itu pilihan mbak Ir. Gak diprotes kok π
Eh iya, ini Surya ikutan off road langsung di Bandung?
Aduh, duh…sayang ya saya udah pindah ke Jakarta π
Iya, waktu itu dah mau kontak MbaK Irma, tapi takut waktunya ga ada, karena jadwal acaranya cukup ketat
jadi inget Teluk Ijo sama ngga sensasinya? π
Hampir sama, cuman memang lebih berat Cikole. Tapi serunya sama lah π
Suryaaaaaa…
Aduh keren banget ini dirimu ternyata udah pindah pake dot.com yah…
eciyeee…syukuran dulu atuh laaah π
jadi si detik sekarang dianggurin nih?
Atau jadi punya 2 blog?
Ha ha, dot com ya mbak :D, biasanya kan juga dot com, hi hi. Kalau blogdetik nanti gak ditinggalin kok, cuman memang blogdetik lebih free style, yang ini lebih ke arah yang Eat, Photo and Travel saja π
Duuuh….kalo main beginian aku harus minum antimo berapa strip nih Suuur?
baru ngebayangin aja udah perasaan pengen mabok duluan hehe ..*dasar cemen*
Tapi kalo Abah mah pasti suka sih main beginian mah:)
Gak perlu antimo, cukup dipeluk Abah, pasti dah gak mabok, hi hi hi
O iyaaaa…
Lupa terus mau bilang ama Surya lho…
Nodame sekaran ada versi Korea nya lhoooo hehehe..
Pas lagi nonton aku jadi teringat dirimu yang telah berbaik hati buat ngirimin cd nya ke rumah jaman dulu itu lho hehehe…
Tapi aku masih lebih suka versi Jepangnya lhooo…Chiaki Senpai!
Ha ha ha, oke bongkar-bongkar CD di rumah, pengen nonton Nodame lagi