Singgah di Pare-pare

Sore itu aku berada di sebuah mobil yang menderu cukup kencang. Jalanan yang cukup bagus dan sepi menjadi alasan kenapa pak supir berani memacu kendaraannya di kisaran 80 hingga 100 km / jam. Sudah lebih dari 3 jam lamanya aku berada di dalam mobil, sejak pesawat Garuda Indonesia yang membawaku terbang dari Surabaya menuju Makassar mendarat dengan mulus di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar. Ini adalah perjalananku yang kedua di Sulawesi Selatan.

Selang beberapa menit kemudian, Pak Supir berseru, “kita hampir sampai di Pare-pare. Itu tandanya.” Tangannya menunjuk sebuah gapura bertuliskan, “Selamat datang di kota kelahiran Presiden RI ke-3, Prof. BJ.Habibie”. Ditengah lelah dan kantuk yang masih menyerang, aku berusaha melihat gapura yang ditunjuk oleh sang supir. Saat aku berusaha mengambil kamera untuk mengabadikan gapura itu, aku terlambat. Kecepatan mobil lebih cepat sepersekian detik daripada kecepatan tanganku mengambil kamera. Saat aku sudah siap memotret, gapura itu sudah terlewat. Welcome to Pare-pare.

Pare-pare adalah sebuah kota yang terletak sekitar 200 km di sebelah utara Makassar. Kota yang pernah melahirkan salah satu putra terbaik bangsa Indonesia, Bapak BJ Habibie ini, dikenal sebagai kota transit dan juga penyangga bagi kota-kota lain di wilayah Sulawesi selatan, barat dan tengah.

Cara termurah dan mudah untuk menuju Pare-pare dari kota Makassar adalah dengan naik angkutan umum dari Terminal Daya. Aku sendiri menuju pare-pare dengan naik mobil sewaan karena aku berangkat bersama rombongan tim dari kantor.

Aku berkesempatan untuk menjejakkan kaki di Pare-pare lagi-lagi karena menjadi salah satu anggota tim implementasi sebuah system di perusahaan tempatku bekerja. Tim ini pulalah yang sudah membawaku berkeliling pulau jawa, dari Paiton, Rembang, Pacitan, Indramayu, hingga Labuan – Banten di ujung barat pulau jawa. Sukses di projek-projek sebelumnya, membuat projek untuk tim kami berkembang dan kini merambah area Sulawesi selatan.

Meski memiliki waktu yang sangat ketat, tetep, kami meluangkan waktu untuk jalan-jalan dan pastinya foto-foto, he he he. Meski sering melihat baliho ataupun slogan-slogan bertuliskan Pare-pare kota wisata, tetapi terus terang, aku merasa dunia wisata di kota ini kurang dioptimalkan.

Ketika aku mencoba mencari informasi di internet tentang wisata di pare-pare, aku sempat menemukan sebuah artikel yang menyebutkan bahwa teluk pare-pare memiliki wisata bawah laut yang tidak kalah indahnya dengan bunaken. Tetapi saat aku menanyakan ke warga lokal ataupun driver dari mobil yang kami sewa, mereka semua tidak tahu tentang wisata bawah laut pare-pare. Memang, tidak jarang ku temui turis selama berada di sana, tetapi kebanyakan dari mereka hanya transit di Pare-pare, karena tujuan utama mereka adalah Tana Toraja.

Sungguh sangat disayangkan sebenarnya. Padahal dilihat dari segi morfologi daratan, Pare-pare dianugerahi sebuah berkah yang luar biasa. Kontur tanah yang berbukit-bukit membuat pemandangan kota pare-pare menjadi sedikit berbeda dengan kota-kota lain di Indonesia. Jika kita naik ke bagian yang merupakan dataran tinggi di pare-pare, kita akan disuguhi sebuah pemandangan teluk pare-pare yang sangat indah dan eksotis. Pemandangannya menurutku hampir mirip dengan kota Parapat dengan danau tobanya di Sumatera Utara.

Apalagi kalau terbukti bahwa wisata bawah laut pare-pare ternyata memang istimewa, dijamin, level pariwisata di pare-pare akan meningkat dan sejajar dengan Bunaken ataupun Bali.

Hanya satu lokasi wisata yang kami singgahi selama di Pare-pare, yakni Pantai Lumpue. Pantai Lumpue ini terletak di selatan kota dan menghadap langsung ke barat, ke arah teluk pare-pare. Sunset menjadi waktu terbaik untuk menikmati keindahan pantai yang berpasir hitam ini. Salah satu keistimewaan pantai ini adalah garis pantainya yang panjang.

Bagian paling berkesan buatku selama disini adalah kulinernya. Salah satu yang istimewa adalah nasu paleko, yakni bebek cincang yang disajikan dengan sambal yang luar biasa pedas. Untuk bisa menikmatinya, kami harus menempuh perjalanan sekitar 30 menit ke arah utara kota pare-pare, tepatnya di Pinrang.

Coba bayangkan, daging itik muda yang empuk dan gurih, bertabrakan dengan sambel yang pedas di mulut, hmm.. rasanya luar biasa. Wajah memang sudah bercucuran keringat, mulut juga tidak berhenti mendesis karena pedas, tetapi tetap saja, kami semua tidak ada yang berhenti untuk makan hingga tidak ada nasi yang tersisa di piring.

Untuk sarapan, nasi kuning menjadi santapan yang tidak boleh dilewatkan untuk dicoba. Nasi kuning Pare-pare ini agak berbeda dengan yang ada di Jawa. Di pare-pare, nasi kuning ini disajikan dengan mie, lauk abon dan paru, serta semangkuk kuah. Kuahnya ini agak manis. Bagi sebagian teman, rasanya agak aneh. Tapi buatku, enak-enak saja sih, he he he. Maklumlah, bagiku, hanya ada dua rasa untuk makanan, yakni enak dan enak banget, he he he.

So, tertarik datang ke Pare-pare?

17 thoughts on “Singgah di Pare-pare

  • 27/06/2012 at 14:18
    Permalink

    Hah?
    Pare-pare itu jaraknya 200 km dari Makassar?
    Jauh banget, Suryaaaa…selama ini saya nggak pernah menginjakkan kaki di Sulawesi, lihat petanya juga cuman ibukota propinsi doang…hehe, jadilah saya nggak bisa ngebayangin dimana Pare-pare itu 😀

    Makin sukses nih Surya ini, jalan-jalan dinas luarnya juga makin heboh. Smoga tambah sukses ya Sur, trima kasih sudah berbagi cerita, trima kasih juga sudah membuat saya tergoda dengan nasu paleko ituuuuu…

    Reply
  • 27/06/2012 at 18:15
    Permalink

    Suryaaaa……
    Pare-pare jauh aaaahh….
    jgnkan pare-pare,surabaya aja blm pernah….hihihi

    denger kata pare,jadi inget nama sayuran yg suoer duper pait…..hehehe

    Reply
  • 27/06/2012 at 18:46
    Permalink

    Tadi sore di tayangan TV ada erita tentang Pare-pare Surya, dan saya langsung ingat posting ini…rupanya kota Pare-pare itu mirip sama Sibolga di Sumatera Utara sana ya, mungkin lo, mungkiiiin…
    😀

    Reply
  • 28/06/2012 at 11:26
    Permalink

    waaa pare-pare indah yaa..
    tapi jauh dari rumah saya 🙁

    Reply
  • 29/06/2012 at 14:35
    Permalink

    Mas Suryaaa
    saya tau Pare itu di Madura doank 😀
    sama sayur yg namanya Pare itu yg pahit tp enak 😀

    Reply
  • 05/07/2012 at 11:24
    Permalink

    Hahaha.. Enak dan Enak Banget.

    Padahal berharap di postingan Pare-Pare ini banyak poto situasi kota dan sekitarnya Sur.

    But anyhow, bisa mbayangin keindahan kota dan kontur daerahnya. You really are one lucky man to get the opportunity to enjoy wonderful Indonesia! Envy you! Hehehe.
    *kalo ada lowongan buat menemani jalan-jalan kasih tahu ya Kakaaa* 😛

    “Alhamdulillah.. pas lagi beruntung Dan.. Pas ada kesempatan, pas aku lagi ada disitu.. just lucky me.. :)”

    Reply
  • 05/07/2012 at 18:56
    Permalink

    Surya, itu foto sunsetnya ciamik deh…

    Reply
  • 21/12/2012 at 13:15
    Permalink

    Hi kawan2 selmat berkenalan.. :)saya ingin nanya ada ngak ya pengangkutan dari Bandara Sultan Hasanuddin terus ke bandar parepare..?soalnya saya orang Malaysia ingin melawat keluarga d sana..tapi ngak tahu bagai mana perjalannnya..harap d bantu ya… 🙂

    “Salam kenal juga Mbak Emma. Cara termudah dari Bandara Sultan Hasanuddin ke Pare-pare adalah dengan menyewa mobil. Di bandara banyak sekali penyewaan mobil. Kalau mau hemat, ikut bis bandara ke kota, lalu berganti pete-pete ke terminal daya, Lalu dari terminal daya ada bus ke Pare-pare. Semoga membantu dan selamat berlibut di Sulawesi Selatan, Indonesia”

    Reply
  • 24/01/2013 at 07:58
    Permalink

    Halo..
    saya lahir dan besar di Parepare. Senang baca tulisan tentang Parepare. Sayangnya Surya gak tulis tentang pasar Senggol ya. Pasar ini adalah pasar malam, buka mulai jam 4 sore sampai jam 10 malam. Salah satu daya tarik pasar ini adalah pasarnya terletak sepanjang pantai, so bisa wisata kuliner sambil menikmati keindahan matahari yang perlahan-lahan nyebur ke laut. Yang tak kalah menarik dan merupakan komoditi penting dari pasar ini adalah cakar.
    Cakar itu singkatan dari ‘cap karung’. Cakar itu adalah barang-barang bekas impor. Disebut cap karung karena kalo habis digelar di pasar, barangnya tinggal digulung dan dimasukkan ke karung. Barangnya bisa macam-macam, mulai dari baju, celana, jaket, bed cover, sarung bantal, ikat pinggang, topi, kaos kaki, sepatu, sampai handuk lo. Walaupun bekas, tapi barangnya bagus dan berkualitas. So kalo kamu mau dapat jaket kulit berkualitas dengan harga super murah, ke Pasar Senggol aja. Kalo beruntung merek-merek terkenal seperti Prada, Adidas, Nike, bisa didapat hanya dengan uang kurang dari 50 ribuan..
    Eh surya, di Pare juga ada nasu palekko, gak perlu ke Pinrang kok… Dan ikan-ikannya super segar dan murah.. Datang dan buktikan sendiiri deh. Kota ini menyenangkan banget. Saya jamin..
    So..

    “Wah, info yang sangat lengkap mbak (atau mas ya). Insya Allah kalau saya dapat kesempatan ke Pare-pare lagi, akan kujelajahi kota yang menyenangkan ini dan menuliskan lagi kisahnya. Terima kasih commentnya :)”

    Reply
  • 21/05/2014 at 19:32
    Permalink

    Hhmmpp… kota pare” mengingatkan aku pada mantan gf aku yg bernama ana zigcler. Dia cantik bgt. Jujur smpe skarang aku masih mengharapkannya…

    Ana… i miss u… :*

    Reply
  • 02/09/2014 at 16:44
    Permalink

    Pare-pare kota yang indah…5 tahun kutinggal (1995-2000)di sana..dari bujang sampe anak pertamaku…sipp mas..
    saat itu cuma senggol yang paling rame..he..he,,

    Reply
  • 30/09/2014 at 14:43
    Permalink

    Hari ini anakku dapat SK penempatan di RSU Lansinrang Pare Pare belum kebayang dimana itu, semoga ini jadi tempat tugas terbaik anakku. Makasih informasi dari blog in

    Reply

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *