Suatu masa di Yogyakarta

Sebuah hari di awal bulan April yang dingin di kota Surabaya. Aku lupa tepatnya hari apa itu. Sebuah surat undangan tergeletak di meja kerjaku. Dari sekilas membaca tampak bahwa itu adalah surat undangan untuk mendampingi pelatihan. Kubaca dengan seksama surat itu dan beberapa menit kemudian bola mataku terpaku pada sebuah informasi yang menunjukkan lokasi tempat pelatihannya. Jogja, ya jogja. Di kota itulah acara pelatihan itu diselenggarakan, sebuah kota yang bagiku sangat romatis dan penuh dengan nostalgia.

Senja di Jalan Malioboro, Yogyakarta
Senja di Jalan Malioboro, Yogyakarta

Aku memang tidak mempunyai ikatan apapun dengan kota Jogja. Lahir bukan di Jogja, tumbuh besar hingga kuliah juga tidak di Jogja. Saudara di Jogja pun tidak punya. Pengalamanku ke jogja bisa dihitung dengan jari. Pertama kali kala study tour jaman masih SMP. Kedua, waktu SMA. Dan terakhir, tepat 10 tahun yang lalu. Tapi entahlah, setiap menyebut nama Jogja dan membayangkan kotanya, aku seolah menembus sebuah lorong waktu untuk kembali ke sebuah masa. Sebuah nostalgia yang aku sendiri tidak memahaminya. Nostalgia apa? Tentang apa? Dengan siapa? Entahlah. Yang pasti, aku sebenarnya tidak mempunyai kenangan apapun dengan Jogja.

Kini setelah 10 tahun berselang, aku berkesempatan untuk menjejak kaki kembali bumi Yogyakarta Hadinigrat. Dan aku sangat excited menyambut hari itu.

Dengan pesawat Wings Air IW 1843 bertipe ATR 72-500, aku terbang ke Jogja. Oh iya, ini adalah pengalaman pertamaku naik pesawat baling-baling, setelah biasanya terbang bersama Boeing seri 737 ataupun Airbus seri A320. Pesawatnya lebih kecil jika dibandingkan Boeing 737 ataupun Airbus A320. Konfigurasi tempat duduknya dua di sisi kiri dan dua di sisi kanan. Bagasi kabinnya juga kecil dengan letaknya yang tidak terlalu tinggi. Alhasil kepalaku berulang kali kejedot si bagasi. Untuk memasuki kabin, yang digunakan hanyalah pintu belakang pesawat. Sedangkan pintu depan digunakan untuk memasukkan bagasi.

Seperti biasa, sepanjang perjalanan dengan pesawat kita akan disuguhi pemandangan langit dengan awan-awannya yang bertebaran disana sini. Menjelang pendaratan di Jogja, kita akan melihat dua buah gunung yang menjulang tinggi menembus kabut awan. Katanya, itu adalah gunug merapi dan merbabu.

Setelah mengudara sekitar satu jam, pesawat pun mendarat dengan sempurna di Bandar Udara internasional Adi Sucipto. Begitu turun dari pesawat aku langsung menghirup dalam-dalam udara kota Jogjakarta. Hmm, sebuah rasa yang telah lama kulupakan.

Undangan pelatihan yang kuikuti ini diselenggarakan di sebuah hotel di JL Prawirotaman, salah satu kawasan backpacker di Jogja. Meski tidak cukup dekat dari Malioboro, tetapi ada abang becak yang mangkal di depan hotel, yang siap untuk mengantar para wisatawan berkeliling Jogja. Ataupun kalau beramai-ramai, taksi bisa menjadi pilihan karena kalau di total-total bisa lebih murah.

Oh iya bagiku, kunjungan ke Jogja kali ini seolah-olah seperti kunjungan pertamaku ke Jogja. Karena sesungguhnya inilah untuk pertama kalinya aku bisa menikmati Jogja secara utuh. Menjelajahi sudut-sudut kota Jogja dengan mengandalkan sepasang kakiku dan selembar peta, serta merasakan dari dekat keramahan khas Jogja yang sudah tersohor di seluruh dunia. Sebelum-sebelumnya aku ke Jogja bersama paket tour, yang isinya duduk-duduk di bis dan diikuti dengan kunjungan ke tempat-tempat wisata yang waktunya amat sangat dibatasi.

Malioboro masih menjadi daya tarik utama kota Jogja. Jalanan utama yang sangat legendaries. Ratusan orang mengadu nasib, mencari rizki di sini. Ada yang berdagang pakaian, souvenir, makanan hingga suara alias pengamen. Inilah denyut nadi Jogja. Selama pelatihan, hampir setiap malam aku menghabiskan waktu disini. Sekedar untuk berjalan-jalan, menikmati suasana malam Jogja.

Oh iya, di Malioboro ada sebuah dagangan yang sangat menarik buatku, yaitu mainan kayu. Jika pergi ke Jogja, salah satu ritualku yang tidak pernah tertinggal adalah membeli mainan kayu berbentuk kendaraan seperti becak, bus, mobil antik, helikopter, pesawat tempur, mobil balap. Dan pada perjalananku kali ini, aku juga membeli mainan itu untuk pajangan di rumah. Koleksiku memang hampir lengkap sebenarnya, tetapi itu kan tersimpan di rumah orang tua di Gresik, sedangkan untuk rumahku sendiri di Surabaya, aku belum mempunyai satu pun mainan kayu itu. Oh iya, dari beragam mainan kayu disana, ternyata ada satu jenis kendaraan yang aku belum punya, yaitu Lokomotif.

Selain pedagang, banyak bangunan bersejarah berdiri di kawasan yang bermula dari Jalan Malioboro dan berujung di Jalan Ahmad Yani Jogja ini. Mulai dari Kantor Gubernur DI Yogyakarta, yang mana orang jogja menyebutnya kepatihan. Disinilah Sri Sultan Hamengkubuwono selaku Gubernur DIY berkantor.

Lalu ada Gedung Agung, yang merupakan salah satu istana kepresidenan yang dimiliki Republik Indonesia. Tahun 2006 silam, Presiden SBY pernah berkantor disini dalam rangka memimpin langsung koordinasi penanganan bencana gempa Jogja.

Pasar Beringharjo yang merupakan salah satu pasar tertua di Indonesia. Konon, menurut catatan sejarah, pasar ini sudah menjadi pusat jual beli sejak pertengahan abad 18, tepatnya di tahun 1758.

Dan yang terakhir adalah Benteng Vredburg, sebuah benteng yang dibangun sekitar tahun 1765 di masa penjajahan Belanda. Benteng ini dulunya adalah pusat pemerintahan sekaligus pertahanan kantor dagang Belanda VOC di Yogyakarta.

Selama di Jogja, ada sebuah pemandangan menarik yang cukup menyita perhatianku. Yaitu bertebarannya travel agent yang menawarkan paket tour wisata, mulai dari destinasi yang berada di sekitar Jogja seperti Prambanan, Borobudur, Pantai-pantai selatan Yogya, Kawasan lereng Merapi hingga keluar kota jogja, seperti Dieng, Semarang bahkan Karimun Jawa. Travel Agent ini banyak tersebar di daerah JL Prawirotawan dan Sosrowijayan yang merupakan area backpacker di Jogja.

Hmm, ternyata pariwisata Jogja sudah semakin maju. Tapi, tidak tahu juga sih, apakah travel agent ini sudah ada sejak dulu atau baru beberapa tahun terakhir ini. Tapi yang pasti, dengan banyaknya travel agent ini, bukti parisiwata Jogja sudah cukup rapi dan teratur. Turis ataupun wisatawan domestik yang ingin berkeliling Jogja tidak perlu repot-repot lagi. Kalau dulu aku pernah iri dengan phuket yang bisa mengatur dunia pariwisatanya dengan sangat rapi, sekarang ini aku tidak perlu lagi. Aku yakin, saat ini Jogja tengah berlari kencang di dunia pariwisata internasional.

13 thoughts on “Suatu masa di Yogyakarta

  • 28/05/2012 at 19:53
    Permalink

    Suryaaaaaa…
    dulu aku ke Jogya cuman numpang lewat doang…
    waktu hunimun ke Bali naik kereta ama abah…

    sebenernya pengen mampir…tapi berasa ribet banget..
    Sekarang nyesel deh…
    setelah ada 2 bocah inih malahan jauh lebih ribet yak 🙂

    “Nunggu Kayla dan Fathir gede mbak, biar bisa jalan-jalan rame-rame.. :)”

    Reply
  • 28/05/2012 at 20:07
    Permalink

    Dan pengen banget nongkrong di Malrioboro …
    dan makan nasi angkringan itu lho Suuur…

    apa nasi kucing yah namanya??

    “Iya mbak, nasi kucing.. Aku kemarin ga sempat makan di angkringan… Soalnya sudah dapat makan malam dari hotel.. Cari yang gratisan hi hi hi”

    Reply
  • 29/05/2012 at 09:04
    Permalink

    haiyaaaaa, baru menjejak kaki di Jogja setelah 10 tahun mas???
    bukannya pelatihan atau rapat kantor sering di Jogja ya? hehehe…
    Ke Jogja wajib wisata kuliner mas, rugi maem di hotel ;p
    Di ujung gang Prawirotaman I ada lotek enak, deketnya warung tante siapa gitu, lupa aku…. Atau Bakmi Jawa Pak Rebo di jalan Brigjend Katamso deket Prawirotaman, enakkk bgttt!
    Explore pantai-pantai selatan mas! Ga kalah sama Bali & Lombok;)

    Reply
  • 29/05/2012 at 15:50
    Permalink

    Waduuh.. Jogja
    aku dah hampir 14 thn gak ke jogjaa…

    Reply
  • 29/05/2012 at 16:37
    Permalink

    aaah….Surya bikin ngiri deeeh
    baru2 ini aq ngobrol ama suami pengen banget ke Yogya
    sebenarnya aq pernah beberapa kali kesana pun setelah menikah
    emang Yogya kota yg tidak membosankan
    tapi aq pengennya kali ini kesana pakai kereta dan disana baru rental mobil
    *eh gampang gak ya nyari rental mobil disana?*
    kalau di Bali kan banyak bgt info rental,gak tau kalau di yogya

    Reply
  • 29/05/2012 at 17:24
    Permalink

    jogjaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa i love you.

    @tomtomtwiit

    Reply
  • 30/05/2012 at 06:52
    Permalink

    Aku belum pernah ke Jogja, masuk daftar wish list deh hehehe banyak banget wish list aku nih 😀

    Reply
  • 04/06/2012 at 13:18
    Permalink

    sik..sik…lha foto mainan kayunya mana? hehe…

    Reply
  • 05/06/2012 at 09:45
    Permalink

    kemarin k jogja cm sempet nongkrong di malioboro n ngamplas 😀
    malah ga sempet ngangkring
    jogja… one of my fav cities 😀

    Reply
  • 10/06/2012 at 07:27
    Permalink

    Betul Surya, pariwisata di Indonesia rupanya sudah menggeliat sedemikian rupa sehingga banyak paket menarik yang dikoordinir rapi oleh sebuah agen perjalanan.

    Lagi-lagi belum pernah ke Jogja hanya buat jalan-jalan, biasanya cuman lewat doang Sur, itu juga naik kereta api…
    😛

    “Iya mbak, saya merasa senang sekali melihat dunia pariwisata kita yang sangat berkembang.. Semoga kedepan bisa menyaingi negara2 tetangga kita yang sudah sangat bagus manajemen wisatanya”

    Reply
  • 15/06/2012 at 21:42
    Permalink

    Terakhir menikmati jogja…….1 tahun yang lalu………
    Nongkrong diangkringan malioboro sampe shubuh sambil menanti lomba Kontes Robot di UGM pak….
    masih teringat kala itu,muter2 mencari arah UGM dengan avanza isi 14 orang….heheheheeh….
    so wonderfull JOGJA…………

    “Wah, pernah ikutan kontes robot ya mas.. Menang gak waktu itu? Jogja memang wonderful kok.. Kalau disana waktu serasa melambat..”

    Reply

Leave a Reply to Homestay Athaya Yogyakarta Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *