Haidi, sang Maestro Biola Banyuwangi

Mas Haidi dengan Biolanya

Pertunjukan Barong baru saja selesai dipentaskan. Sanggar Genjah Arum yang sebelumnya riuh dengan berbagai macam suara serta kilatan lampu flash dari kamera, menjadi sedikit tenang kembali. Para pemain Barong tengah beristirahat sejenak, bersiap untuk pertunjukan selanjutnya. Sedangkan para penonton kembali ke rutinitas semula. Ada yang meneruskan membuat artikel di Laptop, makan aneka gorengan yang sudah disediakan Sanggar, bermain ponsel ataupun melanjutkan diskusi tentang kopi bersama Pak Iwan.

Mas Haidi dengan Biolanya
Mas Haidi dengan Biolanya

Aku sendiri masih terpaku di tempatku berdiri menyaksikan tari Barong tadi. Masih terngiang di kepalaku ternyata Tidak hanya Bali saja yang punya Barong, Banyuwangi juga.

Tiba-tiba, dari keheningan itu, menyeruak sebuah melodi yang menggetarkan gendang telingaku. Alunan nada yang sangat merdu dan syahdu. Untaian suara yang sangat khas dari sebuah alat musik gesek yang biasa dimainkan Henri Lamiri ataupun Sharon The Corrs. Biola. Yak itu tadi adalah suara Biola.

Bola mataku langsung bergerak, mencari dari mana sumber suara berasal. Dan, aku mendapatkannya.

Read more

Seorang Porter Bernama Hartono

Mas, tunggu!!, panggilku memecah kesunyian sore dengan nafas yang tersengal. Posisiku sudah setengah merangkak. Tanganku berpegang erat pada sebuah batang pohon. Peluh membasahi wajah, tubuh hingga kakiku.

bdb47aaaec764c93604a7e8fb9955ead_hartono

Seseorang yang berjarak sekitar 5 meter di depanku menghentikan langkahnya, seraya kemudian memalingkan wajahnya. Tubuhnya kurus. Rambutnya hitam pendek. Kumisnya tipis menghiasi mukanya. Sebuah kacamata membingkai sepasang matanya.

Dengan ringan dia melangkah ke arahku. Wajahnya tampak tenang dengan nafas yang stabil, seolah tak merasakan kelelahan. Padahal di bahunya terpanggul ransel seberat 20 kg. Aku sendiri hanya membawa beban ransel sekitar 12 kg.

Istirahat dulu ya mas, ajakku padanya.

Read more