Jarum jam menunjukkan pukul 7 malam ketika bis yang saya tumpangi memasuki kilitbahir, sebuah distrik di propinsi Canakkale. Langit masih belum gelap. Waktu maghrib di Canakkale saat itu, 15 Maret 2018, adalah pukul 19.22.
Tak lama kemudian, bus memasuki kapal feri. Kami akan menyeberangi laut marmara, laut yang membelah daratan eropa dengan benua asia, menuju pusat kota Canakkale. Distrik Kilitbahir terletak di Eropa, sedangkan Canakkale di Asia.
Sesaat setelah Feri lepas jangkar di pelabuhan Kilitbahir, semburat merah mulai terbentuk di ufuk barat Canakkale. Purna sudah tugas sang surya hari itu di Canakkale.
Beberapa ekor merpati tampak berterbangan di sekitar kapal feri seolah-olah mengiringi perjalanan matahari menuju peraduannya. Entahlah, Kepak-kepak sayap mereka sore itu terasa begitu mendamaikan hati saya.Suasana senja di sore itu juga seperti memberikan energi baru pada tubuh saya yang terasa penat, setelah perjalanan lebih dari 5 jam dari kota Istanbul.
Kapal bergerak lambat-lambat ke arah timur, memberikan waktu bagi saya dan seluruh penumpang untuk menikmati suasana senja di laut Marmara. Seperti pada umumnya kapal feri, penumpang bisa memilih untuk duduk di dek tertutup atau yang terbuka. Saya, tentu saja, memilih dek yang terbuka. Meskipun semilir angin di akhir musim dingin ini terasa cukup menusuk tulang, tapi pemandangan senja tidak mungkin saya lewatkan.
Setelah menempuh perjalanan sekitar 20 menit, sampailah saya di pusat kota Canakkale. Alhamdulillah, satu kota lagi saya jejak. Bagi sepasang mata saya, lukisan senja dari Allah, di laut Marmara sore itu, sungguh indah. Dan saya merasa beruntung dapat menikmatinya sekaligus mengabadikannya