Dunia pariwisata alias traveling tengah menjadi tren sekarang ini. Gejala ini bisa dilihat dari menjamurnya travel agent dalam dua tahun belakangan ini yang diikuti dengan meningkatnya pertumbuhan jumlah penumpang pesawat secara pesat. Kantor imigrasi pun tidak ketinggalan sibuk. Mereka harus menghadapi besaranya permintaan pembuatan passport bagi warga Negara Indonesia yang ingin melancong ke Luar Negeri.
Di dunia maya, blog-blog yang bercerita tentang perjalanan pun mulai banyak bermunculan (termasuk blog wongkentir ini kali ya, he he he). Dan dalam setahun terakhir ini, beberapa perusahaan media mulai melirik content pariwisata ini sebagai salah satu sajian utama untuk pembacanya. Detik punya detiktravel, sedangkan kompas mempunyai rubrik wisata di kompasiana. Bahkan saat ini, content pariwisata tidak hanya melulu milik awak media. Salah satu perusahaan yang bergerak dibidang keuangan pun ada yang membuka situs khusus dengan content wisata.
Tidak dipungkiri, salah satu yang membuat pariwisata menjadi tren adalah munculnya penerbangan murah atau yang lebih dikenal dengan Low Cost Carrier. Jika mendengar Low Cost Carrier, mungkin orang langsung akan menyebut Air Asia. Ya, maskapai milik pengusaha asal Malaysia, Tony Fernandez ini, adalah maskapai yang paling terkenal di Indonesia, yang menerapkan konsep LCC ini. Dan memang untuk di Asia, AA adalah pelopor konsep LCC ini. Tapi di Asia ini, tidak hanya AA saja yang mempunyai konsep LCC ini. Ada Tiger Airways, Jetstar, Cebu Pacific Air dan juga Citilink.
Nah, yang jadi pertanyaan, bagaimana maskapai ini bisa memberikan harga yang sangat murah. Jika memang murah, apakah aman naik pesawat seperti ini? Lalu bagaimana mereka dapat untung jika menjual tiket dengan harga murah?