Perang Harga Para Maskapai Penerbangan Asia

Dunia penerbangan, khususnya Asia, saat ini mengalami pertumbuhan yang sangat signifikan. Salah satu penyebabnya adalah kondisi perekonomian yang terus tumbuh positif yang pada akhirnya diikuti dengan meningkatnya tingkat kesejahteraan. Peningkatan kesejarhteraan ini salah satunya berimplikasi pada peningkatan jumlah penumpang pesawat terbang.

Beberapa Miniatur Maskapai Penerbangan Asia
Beberapa Miniatur Maskapai Penerbangan Asia

Namun sayangnya, beberapa maskapai justru menghadapi turbulensi bisnis di tengah pasar yang sangat bergairah ini. Yang mengherankan lagi, maskapai-maskapai yang mengalami penurunan tersebut bukan maskapai sembarangan, karena beberapa diantaranya adalah maskapai terbaik di dunia yang sudah lama menguasai pasar. Dua diantaranya adalah Singapore Airlines (SQ) dan Cathay Pacific Airways yang menyandang status sebagai maskapai bintang lima. Selain keduanya, ada juga maskapai nasional negeri jiran, Malaysian Airlines (MH).

Dikutip dari portal berita Nikkei, Asian Review, para maskapai besar tersebut dihantam dari berbagai penjuru. Untuk pasar menengah kebawah, mereka tidak sanggup bersaing dengan maskapai berbiaya murah seperti Air Asia, Scoot, Jetstar, dll. Sedangkan untuk penerbangan jarak jauh kelas bisnis maupun kelas premium, pasar mereka diambil oleh maskapai-maskapai kawasan teluk Persia, seperti Emirates, Etihad ataupun Qatar Airways, yang sangat agresif memberikan promo tiket, demi untuk meningkatkan okupansi mereka.

Minggu lalu, beberapa teman yang hobi traveling dihebohkan dengan tiket promo yang sangat murah dari Qatar Airways. Promo ini untuk keberangkatan sekitar bulan Oktober hingga November tahun 2018. Beberapa kawan mencoba membuktikannya dengan membuat beberapa simulasi pembelian tiket. Hasilnya, kawan saya berhasil mendapatkan tiket ke Eropa dengan harga hanya 5.8 juta rupiah PP. Namun ada beberapa syarat untuk mendapatkan harga yang murah. Salah satunya dengan memilih rute yang berbeda untuk berangkat dan pulang. Misalnya untuk tiket berangkatnya Jakarta – Amsterdam, sedangkan untuk pulangnya Barcelona – Singapura. Di akhir pekan, saya mendapatkan beberapa iklan yang beredar di facebook bahwa Emirates juga tengah membuka promo untuk penerbangan pada semester 2 tahun 2018. Pada waktu yang sama, maskapai-maskapai dari China juga mulai memasuki pasar dengan menawarkan harga yang kompetitif, sehingga membuat SQ dan Cathay semain menderita.

Faktor utama yang membuat kondisi keduanya merana adalah trend menurunnya harga tiket. Menurut the International Air Transport Association atau IATA, selama tahun 2014 hingga 2016, Passenger Yield atau pendapatan yang diterima maskapai per penumpang per kilometer, cenderung menurun untuk maskapai-maskapai di kawasan Asia Pasifik. Ini sedikit mengherankan, karena jumlah penumpang sejatinya bukan menurun, namun semakin meningkat. Bahkan peningkatan pertumbuhan penumpang tertinggi justru di kawasan asia pasifik ini, didorong oleh meningkatnya jumlah perjalanan wisata atau bisnis di kawasan ini.

Livery beberapa maskapai negara-negara Asia
Livery beberapa maskapai negara-negara Asia

Di tahun 2018 ini, maskapai-maskapai tersebut harus berbenah untuk mengembalikan kondisi neraca keuangan masing-masing yang minus. Mereka harus memperbaiki struktur biaya untuk mendapatkan harga yang kompetitif. Ini sangat memusingkan, karena dua cara yang bisa ditempuh adalah menemukan cara baru untuk mendapatkan uang atau pemotongan biaya, entah biaya yang berupa fasilitas bagi penumpang atau biaya karyawan dan administrasi.

SQ mencoba cara pertama. Mereka berencana menambahkan biaya tambahan bagi setiap penumpang yang memesan tiket dengan kartu kredit. Jumlahnya tidak main-main, 50 dollar. Keputusan ini langsung dikecam oleh para pelanggannya SQ pun akhirnya batal mengimplementasikan kebijakan ini. Selanjutnya, SQ berencana untuk mengenakan biaya sebesar 5 dollar bagi penumpang yang memilih sendiri kursi penerbangan mereka. Setelah dikaji selama beberapa bulan, sejak Desember 2017 lalu, SQ menerapkan kebijakan ini. SQ juga berusaha untuk mengembangkan penerbangan berbiaya murah melalui anak perusahaannya, Scoot. Scoot bahkan mengklaim bahwa maskapainya bukan maskapai low cost carrier biasa, tetapi low cost long-haul airline.

Lain halnya dengan Cathay. Maskapai Hongkong ini berencana mengoptimalkan kapasitas pesawat barunya yang bertipe boeing 777-300 dengan menambahkan jumlah kursi kelas ekonomi. Jika sebelumnya dalam satu baris terdapat 9 kursi, saat ini dipadatkan menjadi 10 kursi. Sedangkan untuk MH, sejauh ini langkah-langkah yang diambil belum terlalu terlihat dan signifikan, padahal MH adalah salah satu maskapai yang paling terdampak dengan hadirnya pesawat berbiaya rendah. Justru dalam tiga tahun terakhir, mereka berkutat dengan pergantian CEO yang membuat arah perusahaan makin tak menentu. Maskapai nasional Garuda Indonesia pun sebenarnya juga terdampak dengan permasalahan ini. Hanya saja, Garuda masih bisa survive, karena ceruk pasar domestik Indonesia yang masih sangat potensial untuk dikembangkan.

Meskipun didera masalah keuangan, bukan berarti para maskapai tersebut tidak berinvetasi. Justru mereka meningkatkan kapasitas invetasinya, terutama untuk membeli pesawat baru, untuk menekan biaya operasional. Selain itu, menurut perkiraan beberapa pengamat penerbangan, dalam beberapa tahun kedepan, dari total jumlah penumpang pesawat di seluruh dunia, lebih dari 50 persen adalah penumpang di kawasan Asia. Perkiraan lain, dalam lima tahun kedepan, China akan menggeser Amerika Serikat sebagai pasar terbesar dunia penerbangan komersial.

Perkiraan Pertumbuhan Penumpang di Dunia
Perkiraan Pertumbuhan Penumpang di Dunia

Bagaimana dengan kita, para konsumen? Kalau bagi saya, perang harga ini relatif menguntungkan konsumen, karena dijamin akan banyak promo berdatangan. Impian untuk ke negeri-negeri di Eropa atau bahkan di benua Amerika pun menjadi semakin dekat, memungkinkan dan terjangkau.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *