Sebuah Pengalaman Menunggu Sholat

Saya pernah beberapa kali mendengar suatu kalimat, “Bahwa sesungguhnya hidup itu adalah menunggu Sholat”. Sepanjang hidup saya, yang memang bergelimang dosa ini, saya tidak begitu memahami kalimat tersebut. Tapi, kesempatan melakukan ibadah umroh di medio April 2017 kemarin, membuat saya akhirnya mengerti, arti dari kalimat tersebut.

Sunrise di Masjidil Haram, Mekkah
Sunrise di Masjidil Haram, Mekkah

Saat umroh, aktivitas yang kita lakukan memang menunggu waktu sholat. Masjid Nabawi di Madinah dan Masjidil Haram di Mekkah adalah dua masjid suci umat muslim yang tidak pernah sepi dari jamaah. Saat waktu sholat tiba, Masjid yang sudah sangat luas itu masih saja tidak mau menampung seluruh jamaah hingga harus ada jamaah yang rela sholat di luar Masjid. Karena itu, demi kenyamanan jamaah, pihak Saudi Arabia memberlakukan kebijakan menutup pintu masuk Masjid beberapa menit menjelang adzan, terutama di Masjidil Haram, agar para jamaah tidak terlalu berjubel di dalam masjid.

Biasanya jam penutupan pintu masjid adalah setengah jam sebelum adzan berkumandang, artinya, maksimal 30 menit sebelum adzan, kita sudah harus berada di dalam Masjid. Jika ingin sholat di pelataran Kakbah, maka harus berada di Masjid, sekitar 45 menit sebelum adzan.

Kondisi ini membuat para jamaah umroh harus benar-benar mengatur waktu dan juga stamina, jika ingin selalu bisa sholat di dalam Masjid, apalagi jika ingin bisa langsung menatap Kakbah di Masjidil Haram. Bagi yang menginap di Hotel yang terletak di selasar Masjid, yang tentunya adalah hotel bintang 5, mungkin bisa sedikit lebih nyaman mengatur waktunya. Tetapi bagi yang menginap di hotel yang agak jauh, dengan jarak di atas 300 meter dari Masjid, tentunya butuh pengaturan waktu dan juga stamina yang ketat.

Ilustrasinya seperti ini. Anggap saja jam sholat di Arab Saudi sebagai berikut, Subuh jam 5 pagi, Dzuhur jam 1 siang, Ashar jam 15.30, Maghrib jam 18.30 dan Isya’ jam 19.45. Untuk bisa subuh di dalam Masjid, maka sekitar jam 4 pagi, kita sudah harus berada di dalam masjid. Agar jam 4 pagi sudah di dalam Masjid, idealnya kita sudah harus bangun jam 3 pagi. Waktu untuk mandi dan wudhu setengah jam, sehingga jam 3.30 pagi, kita sudah siap untuk berangkat. Anggaplah butuh waktu setengah jam lagi untuk antri lift hotel dan perjalanan dari hotel ke Masjid.

Sambil menunggu Subuh, kita bisa sholat Tahajjud. Saat itu biasanya suasana di Masjid sudah cukup ramai. Apalagi di jam jam tersebut adalah sepertiga malam yang terakhir, dimana saat-saat yang mustajabah untuk berdoa. Setelah Subuh, biasanya jamaah tidak langsung meninggalkan Masjid, karena sekalian menunggu waktu Dhuha tiba.

Setelah Dhuha, biasanya jamaah akan kembali ke hotel untuk makan pagi yang kemudian dilanjutkan dengan city tour ataupun beristirahat. Waktu untuk city tour biasanya tidak terlalu lama. Biasanya sekitar jam 11.30 siang, city tour sudah selesai, karena jamaah harus mempersiapkan diri untuk sholat Dzuhur. Bagi yang memilih untuk beristirahat, juga jangan sampai keterusan, karena jam 12.00 sudah harus berada di dalam Masjid. City tour ataupun istirahat hanyalah sebuah aktivitas, untuk menunggu waktu sholat Dzuhur tiba.

Lama waktu sholat, sejak dari Adzan hingga salam sekitar 40 menitan, biasanya kalau di Arab Saudi, setelah sholat lima waktu dilanjut dengan sholat jenazah. Itu artinya sholat Dzuhur selesai jam 13.40 siang. Waktu Ashar sekitar jam 15.30, sehingga idealnya jam 15.00 kita sudah harus berada di dalam Masjid. Artinya, jeda antara selesai sholat Dzuhur dan persiapan Ashar, hanya sekitar satu jam setengah saja. Dengan waktu satu jam setengah itu, para jamaah biasanya musti balik ke hotel, untuk makan siang terlebih dahulu. Jika memilih bertahan di Masjid hingga sholat Ashar, maka jamaah harus rela untuk tidak makan siang. Pilihan untuk bertahan dan tidak makan siang ini sebenarnya tidak disarankan, karena bagaimanapun juga kita juga harus menjaga kondisi fisik agar tetap prima selama di tanah suci. Tapi memang, kalau hotelnya jauh, apa boleh buat. Mungkin bertahan adalah opsi terbaik, tapi jangan lupa untuk tetap makan siang. Di sekitar Masjid cukup banyak pedagang makanan. Atau juga bisa menggunakan taktik membawa bekal makan siang dari hotel, sehingga ketika kondisi perut tetap nyaman meski bertahan di Masjid.

Setelah makan siang, bisa langsung kembali ke Masjid, ataupun istirahat di kamar, bagi yang hotelnya dekat, ataupun belanja di pertokoan sekitar area masjid. Tapi apapun kegiatannya, semuanya hanya sekedar menunggu waktu Ashar tiba. Begitu jarum jam menunjukkan pukul 14.45, para jamaah sudah mulai bergerak menuju Masjid. Semakin mendekati waktu Adzan, langkah para jamaah semakin cepat, agar tetap bisa kebagian tempat di dalam Masjid.

Adzan Ashar berkumandang jam 15.30 sore dan sholat usai sekitar jam 16.10. Setelah sholat Ashar usai, yang muncul di benak adalah waktu sholat Maghrib, dimana panggilan Allah akan diserukan sekitar jam 18.30. Khusus untuk sholat Maghrib di Masjidil Haram ada case khusus, karena biasanya pintu sudah tutup satu jam sebelum waktu Adzan. Empat hari saya berada di kota Mekkah, dan selama empat hari itu pula, saya melihat pola yang tersebut. Di hari pertama menjumpai Maghrib di Mekkah, saya terpaksa sholat di serambi Masjid karena pintu masuk sudah tertutup, padahal saya sudah tiba di depan pintu masuk, sekitar 45 menit sebelum Adzan Maghrib. Saya tidak tahu penyebabnya. Hipotesa saya, mungkin karena waktunya di malam hari, sehingga penduduk kota Mekkah sudah pulang kerja dan berbondong-bondong sholat berjamaah di Masjidil Haram.

Jadi, antara Ashar dan Maghrib, lagi-lagi kita hanya punya waktu sekitar 1.5 jam untuk persiapan, dari jam 16.10 hingga ke jam 17.30. Lagi-lagi, bagi yang hotelnya dekat, bisa balik ke hotel untuk mandi. Sedangkan yang hotelnya jauh, biasanya memilih untuk bertahan di Masjid, ataupun jalan-jalan sekitar Masjid. Apapun itu, lagi-lagi semua aktivitas yang dilakukan adalah menunggu waktu sholat. Suasana menjelang Maghrib biasanya sangat ramai, sehingga harus benar-benar memperhitungkan waktu sebaik-baiknya bila ingin sholat di dalam Masjid.

Setelah selesai sholat Maghrib, sebagian besar jamaah memilih bertahan di Masijd, karena jarak antar waktunya yang pendek. Selain itu, ketika kita memilih untuk keluar dari Masjidil Haram setelah Maghrib, itu artinya kita tidak akan dapat kesempatan masuk masjid untuk Sholat Isya’, karena tanda dilarang masuk Masjid terus terpampang selama waktu Maghrib hingga Isya’. Di hari ketiga, karena perut terasa mules, saya terpaksa keluar Masjid setelah Maghrib untuk kembali ke hotel. Saat sholat Isya’ tiba, saya pun hanya bisa sholat di halaman Masjid.

Setelah sholat Isya’ selesai, hampir sebagian besar jamaah kembali ke hotel masing-masing untuk makan malam dan beristirahat, sehingga biasanya di malam hari suasana Masjid terasa cukup lengang. Setelah makan malam, para jamaah pun buru-buru untuk segera tidur, karena berharap dua jam sebelum subuh sudah bangun untuk menunaikan sholat malam dan lanjut subuh. Tidur malam sejatinya adalah sebuah kegiatan untuk menunggu datangnya subuh.

Setelah semua siklus aktivitas yang saya lakukan selama umroh, akhirnya saya menyadari, bahwa semua aktivitas kehidupan di dunia ini sebenarnya adalah aktivitas untuk menunggu waktu sholat. Jadi, tidak ada alasan bagi kita untuk menghiraukan panggilan Allah, karena justru itulah hakekat kehidupan. Tokh kehidupan di dunia ini hanya sementara. Kata ulama, hidup di dunia hanya sekedar untuk menumpang minum saja dan mencari bekal untuk kehidupan yang abadi di akhirat kelak.

Jadi, jika adzan sudah memanggil, mari kita bergegas memenuhi panggilan-Nya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *