Menikmati Sushi

Sama seperti kebanyakan orang, saya mengenal Sushi dari menonton film Jepang. Untuk saya sendiri, tepatnya setelah menonton ratusan episode dari film kartun legendaris, Doraemon. Disana digambarkan sushi adalah sebuah kuliner yang sangat lezat, sehingga Nobita sering merengek-rengek pada orang tuanya untuk dibelikan. Tetapi harga sushi yang sangat mahal membuat ayah Nobita tidak sanggup membelikan sushi setiap saat kepada keluarganya.

Sushi
Sushi

Adegan tentang sushi di Doraemon, terekam erat dalam kepala. Bahkan otak saya pun ikut-ikutan membuat klaim bahwa sushi itu enak, padahal waktu itu belum pernah melihat sushi secara langsung, apalagi menikmatinya. Sampai pada suatu hari, sekitar 15 tahun yang lalu, seorang kawan mengajakku makan sushi. Suatu ajakan yang sungguh seperti menggapai sebuah mimpi. Tapi hanya dalam waktu beberapa jam, mimpi itu kandas. Saat itulah saya baru tahu bahwa sushi itu adalah hidangan ikan mentah. Memang ikan yang dijadikan bahan bukan ikan biasa, melainkan ikan pilihan seperti Salmon ataupun Tuna, tapi tetap saja, membayangkan betapa amisnya ikan yang mentah membuatku ingin muntah.

Sejak saat itu, tidak ada lagi keinginan sedikitpun untuk makan sushi di kepalaku. Sejak saat itu pula, tidak sekalipun ada pembicaraan tentang sushi, hingga beberapa bulan silam, saat istri tiba-tiba mengajak makan sushi, disebuah restoran sushi halal. Saya pun langsung dengan tegas menolak. Bukannya gak sayang istri, tapi ya saya sih gak rela saja, beli makanan yang saya sendiri ga suka, dengan harga cukup mahal. Istri pun menjelaskan bahwa kalau di Indonesia, kita bisa memilih sushi yang ikannya matang. Bahkan kalau memang ga suka ikan, ada sushi ayam juga, dan tentu saja ayamnya sudah digoreng. Tapi saya tetap tidak mau.

Sekitar sebulan kemudian, istri mengajak lagi untuk makan sushi. Dia sudah mengira bahwa saya pasti menolak permintaanya. Tapi saya akui, dia memang cerdik.

“Nanti coba pesen sedikit saja dulu. Kalau memang ga suka, ya sudah ga usah dimakan. Aku saja yang makan. Trus platingnya sushi itu bagus lho, lumayan buat yang lagi belajar food photography,” ujarnya sambil melirik.

Dan, ya, food photography membuat saya pun takluk.

Hari itu pun tiba.

Setelah memesan dan menunggu selama sekitar 15 menit, sushi pun tiba. Yap, seperti yang dikatakan istri, platingnya memang sungguh cantik dan menggoda. Tanpa basa-basi, langsung kukeluarkan kamera untuk memotret makanan khas negeri sakura itu dari berbagai sudut. Suasana restoran yang bagus dengan pencahayaan yang cukup baik, pemilihan piring saji yang berbeda serta dekorasi interior ruangan yang menawan membuat saya betah berlama-lama memotret.

Sushi
Sushi

Tanpa terasa, karena terlalu fokus memotret, perut saya pun lapar. Dan dengan diawali dengan bacaan basmallah, saya pun akhirnya merelakan lidah untuk mengecap sushi untuk pertama kalinya.

Sushi
Sushi

Hmm, so far, ternyata mulutku masih bisa menerima dengan cukup baik. Rasa ikannya tidak seamis yang saya bayangkan, meskipun saya juga tidak bisa mengatakan bahwa makanan ini enak.

Sushi
Sushi

Cukup masing-masing satu potong sushi yang saya makan dari dua menu yang dipesan hari itu. Sekedar sebagai salam perkenalan. Tetapi saya tidak kecewa, karena saya mendapatkan pengalaman memotret sushi hari itu. Istri saya tentu saja sangat senang, karena pada akhirnya saya mau diajak menemaninya makan sushi. Dan satu hal yang paling membuatnya bahagia adalah, sejak hari itu, saya mulai menyukai sushi, sehingga jika lain kali dia mengajak saya untuk makan sushi, saya akan terima tawarannya.

Sejak saat itu, saya memang mulai menyukai sushi, tetapi bukan untuk memakannya, melainkan untuk memotretnya.

One thought on “Menikmati Sushi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *