Memulai Hari di Gili Trawangan

Hampir sebagian besar orang mengatakan bahwa momen terbaik di Gili Trawangan adalah saat senja tiba. Awalnya saya sangat sepakat. Apalagi senja yang saya dapatkan di perjumpaan pertama dengan Gili Trawangan, begitu membekas. Tapi, kemudian, sekitar 12 jam setelah waktu senja, saya meralatnya.

Suasana jalanan Gili Trawangan saat Pagi
Suasana jalanan Gili Trawangan saat Pagi

Jarum jam masih menunjukkan pukul 5 pagi saat saya berjalan keluar hotel. Dengan menenteng kamera, lengkap dengan tripod, saya siap berburu sunrise. Suasana Gili Trawangan di pagi hari begitu tenang, sangat kontras dengan beberapa jam silam, ketika pesta masih berlangsung. Yap, meski pengunjung Gili Trawangan tengah menurun drastis akibat erupsi gunung Agung, beberapa bar masih tetap menyelenggarakan pesta seperti akhir pekan biasanya.

Saya berjalan menyusuri pesisir timur untuk mencari tempat yang tepat untuk berburu sunrise. Kondisi di pesisir barat dan timur Gili Trawangan memang sangat berbeda. Jika di pantai barat saya melihat pantai yang bersih dan nyaman untuk berenang serta pemandangan lepas pantai yang tidak terhalang, maka di pantai timur terlalu banyak perahu yang tengah tertambat, sehingga pemandangan lautnya terhalang. Pantainya juga sedikit kotor dibandingkan pantai barat. Tidak mengherankan sebenarnya, karena memang pesisir timur Gili Trawangan ini juga berfungsi sebagai pelabuhan.

Read more

Keheningan di Gili Trawangan

Langit memerah di ufuk barat mengiringi sang Surya menuju peraduannya. Dari seberang lautan, tampak gunung Agung mengeluarkan kepulan-kepulan asap tebal. Sambil memandangi senja, sesekali saya mengambil beberapa foto. Senja sore ini terlalu sayang untuk tidak diabadikan.

Suasana Senja di Gili Trawangan
Suasana Senja di Gili Trawangan

Sore itu, saya menikmati senja di sebuah cafe di pesisir barat gili Trawangan. Sudah sejak jam 5 sore, saya berada di cafe tersebut. Dan rupanya saya adalah tamu pertama di cafe tersebut sore itu, sehingga saya bebas memilih bangku terbaik untuk menikmati senja. Suasana hari yang cukup gerah, membuat saya memilih segelas lemon tea untuk menemani hari.

Tiga puluh menit berlalu, tamu cafe masih hanya saya sendiri. Saya tiba-tiba dirundung kebosanan. Hampir semua sosial media yang saya punya, sudah saya baca, beberapa berita di portal berita pun sudah dibaca, sehingga saya bingung harus melakukan apa sambil menunggu waktu senja tiba. Kamera pun sudah saya hunuskan di atas tripod, bersiap sedia untuk memotret. Ingin rasanya mengajak salah satu dari pelayan cafe untuk sekedar ngobrol, tetapi mereka semua tengah sibuk berdiri di sepanjang jalan. Mereka tak henti-hentinya menawarkan berbagai menu yang ada di cafenya kepada wisatawan yang lalu lalang, namun tidak ada seorang pun yang singgah. Mereka pun mulai mengeluarkan senjata pamungkas berupa promo happy hour, dan strategi ini akhirnya berhasil memikat sepasang wisatawan mancanegara untuk datang. Tapi setelah itu tidak ada lagi tamu yang datang hingga waktu matahari terbenam tiba.

Read more