Sebuah Cerita dari Sentra Kerajinan Kain Tenun Tradisional Lombok

Suatu siang di salah satu sudut pulau Lombok. Tepatnya di salah satu sentra kerajinan tenun tradisional yang berada di bumi Sasak ini. Saya menyaksikan wanita-wanita tangguh yang tengah asyik menenun sebuah kain. Dengan cekatan mereka memainkan gulungan-gulungan benang sambil sesekali memainkan sebuah bambu yang dipasang melintang di atas kaki mereka yang tengah berselonjor. Mili demi mili, senti demi senti, hingga meter demi meter, benang-benang tersebutpun akhirnya terangkai menjadi sebuah kain yang sangat indah.

Wanita Suku Sasak Menenun Kain Tradisional Lombok
Wanita Suku Sasak Menenun Kain Tradisional Lombok

Melihat kedatangan kami, mereka menghentikan sejenak aktivitasnya. Secara spontan mereka tersenyum kepada kami semua. Bagi saya, ini bagai ucapan selamat datang yang penuh keramahan, khas dari pulau Lombok dan juga Indonesia. Interaksi pun terjadi. Dengan penuh kesopanan mereka menanyakan asal daerah kami. Sejurus kemudian mereka juga menawarkan, apakah ingin mencoba menenun.

Read more

Ketika Lidah Menari Karena Sate Rembiga Lombok

Kaya rasa, itulah dua kata pertama yang keluar dari mulut saya ketika setusuk sate Rembiga menari licah di lidah saya. Mungkin lidah saya sampai kebingungan untuk meletakkan di bagian lidah yang mana. Dari ke-awam-man saya terhadap rasa, saya mendeteksi kandungan bumbu dan rempah yang melimpah ruah dalam setiap potongan daging satenya, merasuk hingga ke dalam setiap serat-seratnya. Rasa itu kemudian dibawa oleh syaraf lidah saya menuju ke otak dan kemudian menstimulus sebuah kebahagiaan.

Sate Rembiga
Sate Rembiga

Banyak orang menjawab nama ayam taliwang jika ada yang bertanya, apa makanan khas dari Nusa Tenggara Barat ataupun makanan apa yang sangat ingin anda cicipi ketika berada di pulau Lombok atau pulau Sumbawa. Masih relatif jarang orang yang mengetahui bahwa selain ayam taliwang, propinsi Nusa Tenggara Barat juga memiliki sate rembiga, kuliner khas yang juga memiliki cita rasa yang juara, termasuk saya sendiri. Beruntung, di hari terakhir saya di Lombok, saya sempat membaca sebuah artikel kuliner di pada sebuah blog traveling sembari menikmati perjalanan dari Gili Trawangan ke pulau Lombok. Selepas tiba di pelabuhan Bangsal, saya pun segera bertandang ke kota Mataram terlebih dahulu, sebelum menuju bandara internasional Lombok.

Read more

Memulai Hari di Gili Trawangan

Hampir sebagian besar orang mengatakan bahwa momen terbaik di Gili Trawangan adalah saat senja tiba. Awalnya saya sangat sepakat. Apalagi senja yang saya dapatkan di perjumpaan pertama dengan Gili Trawangan, begitu membekas. Tapi, kemudian, sekitar 12 jam setelah waktu senja, saya meralatnya.

Suasana jalanan Gili Trawangan saat Pagi
Suasana jalanan Gili Trawangan saat Pagi

Jarum jam masih menunjukkan pukul 5 pagi saat saya berjalan keluar hotel. Dengan menenteng kamera, lengkap dengan tripod, saya siap berburu sunrise. Suasana Gili Trawangan di pagi hari begitu tenang, sangat kontras dengan beberapa jam silam, ketika pesta masih berlangsung. Yap, meski pengunjung Gili Trawangan tengah menurun drastis akibat erupsi gunung Agung, beberapa bar masih tetap menyelenggarakan pesta seperti akhir pekan biasanya.

Saya berjalan menyusuri pesisir timur untuk mencari tempat yang tepat untuk berburu sunrise. Kondisi di pesisir barat dan timur Gili Trawangan memang sangat berbeda. Jika di pantai barat saya melihat pantai yang bersih dan nyaman untuk berenang serta pemandangan lepas pantai yang tidak terhalang, maka di pantai timur terlalu banyak perahu yang tengah tertambat, sehingga pemandangan lautnya terhalang. Pantainya juga sedikit kotor dibandingkan pantai barat. Tidak mengherankan sebenarnya, karena memang pesisir timur Gili Trawangan ini juga berfungsi sebagai pelabuhan.

Read more

Keheningan di Gili Trawangan

Langit memerah di ufuk barat mengiringi sang Surya menuju peraduannya. Dari seberang lautan, tampak gunung Agung mengeluarkan kepulan-kepulan asap tebal. Sambil memandangi senja, sesekali saya mengambil beberapa foto. Senja sore ini terlalu sayang untuk tidak diabadikan.

Suasana Senja di Gili Trawangan
Suasana Senja di Gili Trawangan

Sore itu, saya menikmati senja di sebuah cafe di pesisir barat gili Trawangan. Sudah sejak jam 5 sore, saya berada di cafe tersebut. Dan rupanya saya adalah tamu pertama di cafe tersebut sore itu, sehingga saya bebas memilih bangku terbaik untuk menikmati senja. Suasana hari yang cukup gerah, membuat saya memilih segelas lemon tea untuk menemani hari.

Tiga puluh menit berlalu, tamu cafe masih hanya saya sendiri. Saya tiba-tiba dirundung kebosanan. Hampir semua sosial media yang saya punya, sudah saya baca, beberapa berita di portal berita pun sudah dibaca, sehingga saya bingung harus melakukan apa sambil menunggu waktu senja tiba. Kamera pun sudah saya hunuskan di atas tripod, bersiap sedia untuk memotret. Ingin rasanya mengajak salah satu dari pelayan cafe untuk sekedar ngobrol, tetapi mereka semua tengah sibuk berdiri di sepanjang jalan. Mereka tak henti-hentinya menawarkan berbagai menu yang ada di cafenya kepada wisatawan yang lalu lalang, namun tidak ada seorang pun yang singgah. Mereka pun mulai mengeluarkan senjata pamungkas berupa promo happy hour, dan strategi ini akhirnya berhasil memikat sepasang wisatawan mancanegara untuk datang. Tapi setelah itu tidak ada lagi tamu yang datang hingga waktu matahari terbenam tiba.

Read more

Sebuah Keseruan di Dusun Adat Sasak Sade, Lombok

Sebuah sabetan rotan penuh tenaga dari seorang pemuda sasak, mendarat dengan telak di pinggang lawan. Di satu sisi sang pemuda berhasil meredam serangan serupa, yang mengincar bahunya, dengan tamengnya. Lawan pun jatuh terjerembab di tanah dengan teriakan kesakitan yang menyayat, tapi hebatnya, sikapnya masih menunjukkan kewaspadaan akan serangan serangan berikutnya.

Tari Peresean, Suku Sasak Lombok, NTB
Tari Peresean, Suku Sasak Lombok, NTB

Sang pemuda yang berada dalam posisi diatas angin, kembali berusaha untuk menyerang kembali lawannya yang sudah dalam posisi tertekan, tapi kemudian dua orang yang bertindak sebagai wasit menahannya dan kemudian menyatakan bahwa sang pemuda sudah menjadi pemenang. Pertarungan alot yang sudah berlangsung selama sekitar 5 menit pun berakhir.

Tari Peresean, Suku Sasak, Lombok
Tari Peresean, Suku Sasak, Lombok
Tari Peresean, Suku Sasak, Lombok
Tari Peresean, Suku Sasak, Lombok

Sang pemuda kemudian mengulurkan tangannya ke sang lawan, untuk membantu sang lawan bangkit. Setelah semuanya berdiri, mereka berdua saling bersalaman dan berpelukan, seraya kemudian memberikan salam pada para pengunjung. Tepuk tangan pun membahana di seantero kampung.

Read more