Standard Kepuasan Berwisata, Sebuah Catatan

“Hei kid”, sapa seseorang sambil menepuk bahu saya. Saya menoleh ke arahnya sambil tersenyum. Tampak seorang berwajah khas eropa, dengan kulitnya yang kecokelatan karena terbakar matahari. Dia hanya mengenakan celana pendek saja, sehingga nampak badannya yang kekar, meskipun di beberapa titik sudah terlihat ada keriput di kulitnya. Beberapa butir pasir, masih menempel di sekujur badannya. Saya menerka, si bapak bule ini sudah berusia di atas 50 tahun.
“Hei, how are you, sir”, ujar saya balik menyapa.
“Do you enjoy today?”, tanyanya lagi.
“Yeah, of course. James bond island is so beautiful and I got so many beautiful picture here,” sahut saya sambil menunjukkan kamera.

James Bond Islang, Phang Nga Bay, Thailand
James Bond Islang, Phang Nga Bay, Thailand

Dia mengernyitkan dahi.

(Percakapan saya lanjutkan dengan bahasa Indonesia saja ya)

“Kalian satu rombongan,” ujarnya kemudian sambil menunjuk saya, Dewi, Aris, Hikma, Gina dan Rasydan, putra Hikma dan Gina.
“Yeah”
“Saya tidak melihat kalian menikmati perjalanan ini. Dari tadi, saya perhatikan, kalian selalu terlihat serius. Tidak seperti orang-orang yang lain.”

Kali ini, giliran saya yang mengernyitkan dahi.

“Hmm, kami sangat menikmati perjalanan ini.” Hanya itu yang bisa saya jawab.
“Saya melihat, dari awal berangkat, kalian selalu berkumpul. Saat yang lain bermain air, kalian hanya duduk duduk saja. Saat yang lain lompat dari kapal untuk berenang, kalian juga hanya duduk di kapal. Hanya saat main kano, kalian ikut. Saat kita semua menari, bernyanyi dan tertawa, kalian juga hanya diam.”

Saya kemudian melongo. Ternyata ada ya, sebuah standard kepuasan berwisata.

“Nikmatilah hidup anak muda, mari bernyanyi, berjoget, tertawa,” sahutnya kemudian sambil tertawa dan menepuk kembali bahu saya.
Saya terkekeh.
“Anda dari mana, Pak?”
“Swedia”
“Wow, Ibrahimovic,” sahut saya, Aris dan Hikma, hampir bersamaan.
“Siapa dia? Saya pernah mendengar nama itu, tapi saya tidak tahu siapa dia”

Dan kami pun melongo lagi. Ternyata ada, orang swedia yang tidak mengenal Zlatan Ibrahimovic, padahal percakapan ini terjadi di tahun 2012, saat Ibrahimovic tengah di puncak kejayaannya sebagai pemain sepakbola.

“Sesekali anda perlu menikmati hidup dengan menonton sepakbola, Pak,” kali ini giliran saya yang menepuk bahunya dan tertawa.
“Oh, pemain sepakbola. Saya tidak suka sepakbola, itu olahraga yang terlalu serius bagi saya.”
Dan kami pun tergelak bersama.

Tak terasa mobil pikap panjang, yang di modif sebagai angkutan wisata dari terminal menuju pelabuhan dan sebaliknya, telah sampai di terminal.

Pikap Jemputan Wisatawan Dari Terminal ke Pelabuhan
Pikap Jemputan Wisatawan Dari Terminal ke Pelabuhan

“Nikmati hidupmu anak muda,” sahut si bapak bule sesaat setelah kami turun dari pikap panjang.
Saya hanya memberikan gestur tersenyum sambil melambaikan tangan kepadanya.
“Anda juga, Pak.”

Suasana Senja di Pelabuhan Wisatawan Yang akan Tur Phang Nga Bay
Suasana Senja di Pelabuhan Wisatawan Yang akan Tur Phang Nga Bay

Suasana senja terasa hangat di pelabuhan. Van yang pagi tadi menjemput kami di hotel, sudah nampak dan bersiap untuk mengantar kami kembali ke hotel. Saya menatap kembali laut, dan mata saya mencoba menjelajah hingga menuju kembali ke Phang Nga Bay, tempat kami menghabiskan waktu seharian tadi. Dan kini, saat saya mengenang kembali kisah ini, saya seperti tidak menyangka, bahwa kisah ini sudah terjadi lebih dari delapan tahun yang lalu.

One thought on “Standard Kepuasan Berwisata, Sebuah Catatan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *