Movie Review : The Teacher’s Diary

The Teacher’s Diary adalah sebuah film Thailand yang rilis pada tahun 2014. Dalam Bahasa Thailand, film ini berjudul Khid Thueng Withaya. Film yang disutradari oleh Nithiwat Tharatorn ini adalah produksi dari GTH (Gmm Tai Hub Co., Ltd), salah satu rumah produksi papan atas di Negeri Gajah Putih yang sudah menghasilkan cukup banyak film berkualitas, seperti Bangkok Traffic (Love) Story, Hello Stranger dan Suckseed.

The Teachers Diary Poster
The Teachers Diary Poster

Meskipun tulisan ini berjudul movie review, tetapi jangan harap saya akan menuliskan tentang sinopsis film. Mungkin ada sedikit yang sifatnya spoiler, tapi tidak akan mengganggu kenikmatan seseorang yang belum menontonnya.

Dari pengamatanku, ada dua tema besar yang ingin diangkat di film The Teacher’s Diary ini. Yang pertama adalah tentang sosok guru. Pada film ini ditunjukkan bagaimana seharusnya peran seorang guru yang sesungguhnya, yaitu sebagai seorang pendidik, bukan sekedar pengajar.

Seperti yang kita ketahui selama ini, banyak yang menganggap tugas seorang guru hanyalah mengajar di dalam kelas sesuai dengan jam pelajaran yang telah ditentukan oleh pihak sekolah. Guru dianggap sudah memenuhi kewajiban ketika dia secara professional sudah menjalankan tugasnya mengajar. Perkara bagaimana para siswanya memahami materi yang diajarkan, itu urusan lain. Jika seorang murid mendapatkan nilai yang tidak memuaskan, guru menjadi pihak yang tidak bisa disalahkan. Apalagi jika di sisi yang lain ada murid yang mendapatkan nilai yang sangat baik. Dengan jumlah materi yang diterima sama dan jumlah jam pelajaran yang diikuti juga sama, maka faktor utama yang menyebabkan kegagalan si murid, ya mutlak si murid itu sendiri.

The Teachers Diary Poster
The Teachers Diary Poster

Namun di film ini, saya diberi sebuah gambaran yang berbeda tentang peran seorang guru yang bukan hanya sebagai pengajar, tetapi pendidik. Pendidik mempunyai makna yang luas, karena dia bertanggung jawab penuh pada muridnya. Jika ada murid yang mendapatkan nilai kurang, sedangkan di sisi lain ada murid lain yang mendapatkan nilai baik, bukan berarti guru tersebut terbebas dari kesalahan dan menimpakan semua kegagalan kepada si murid yang nilainya kurang. Guru tersebut juga patut disalahkan dan harus melakukan evaluasi terhadap metodenya dalam mendidik murid karena setiap manusia memiliki tingkat pemahaman dan kecerdasan yang berbeda-beda.

Tema kedua yang ingin diangkat adalah, ya tentu saja, karena film ini ber-genre komedi romantis ya apalagi kalau bukan cinta. Tapi cinta disini bukan cinta yang biasa.

Pada 20 menit awal, adegan demi adegan film ini langsung mengingatkanku pada film The Lake House (2006) yang dibintangi oleh Keanu Reeves dan Sandra Bullock, tentang kisah cinta yang terjalin pada dimensi waktu yang berbeda. Tetapi semakin lama, jalan ceritanya makin berbeda. Dan pada akhirnya kisah The Teacher’s Diary ini lebih logis, lebih realistis dan lebih brilian daripada kisah The Lake House.

Selain dua tema besar, ada lagi satu hal yang ingin disampaikan film ini kepada penontonnya, yaitu perlunya sebuah visi dalam menatap kehidupan yang bahkan sudah harus ditanamkan sejak di usia anak-anak. Bagi anak-anak, visi itu bernama cita-cita. Karena cita-cita itulah, terciptalah motivasi yang akan menuntun langkah anak-anak itu untuk menggapai cita-citanya. Untuk itulah, maka seorang anak harus mempunyai cita-cita yang tinggi. Jika cita-citanya dari awal sudah sangat sederhana, maka akan sulit membuat mereka termotivasi untuk belajar.

Secara keseluruhan, saya beri nilai 9.5 dari nilai maksimal 10 untuk film ini. Beberapa hal yang membuatku memberikan nilai yang cukup tinggi, selain karena jalan ceritanya yang menarik, adalah banyaknya adegan kejutan di film ini. Ketika saya merasa bahwa akan dibawa menuju adegan B, ternyata sutradara membawa ke adegan C. Tatkala, saya berpikir bahwa semuanya sudah akan berakhir, eh ternyata ada konflik baru yang dibuat. Tapi justru penyelesaian konflik di akhir itulah yang membuatku makin kagum dengan jalan cerita di film ini. Luar biasa.

Hal lainnya adalah sangat sedikitnya “penampilan” gadget disini, sehingga film ini terasa klasik. Meskipun bersetting antara tahun 2011 – 2013 dimana dunia sudah dikelilingi dan “dikuasai” oleh aneka gadget super canggih, film ini mampu membuat gadget tidak berkutik dengan setting yang dibuat di daerah yang terpencil dan sulit sinyal. Lebih terasa klasik lagi ketika akhirnya para pemeran di film ini menggunakan diary (buku harian) dan surat sebagai solusi media komunikasi mereka karena ketiadaan sinyal itu.

Dan yang terakhir, tentu saja akting yang cukup mengesankan dari kedua pemeran utama film, yaitu Laila Boonyasak a.k.a Chermarn Boonyasak dan Sukrit Wisetkaew. Ini adalah film pertama Sukrit Wisetkaew yang saya tonton. Tetapi untuk Chermarn Boonyasak, ini adalah film yang kedua yang kutonton setelah 30+ Single On Sale. Akting Ploy, nama panggilan Chermarn Boonyasak, di The Teacher’s Diary sangat jauh-jauh lebih bagus dibandingkan aktingnya di 30+ Single On Sale.

Di negeri asalnya sendiri, Thailand, film ini mendapatkan sambutan yang sangat bagus, baik dari sisi penjualan maupun kualitas. Dari data Box Office thailand, film ini menjadi jawara film terlaris di Thailand selama minggu ke 12 dan 13 tahun 2014, tepatnya selama tanggal 20 – 30 Maret 2014.

Sedangkan salah satu bukti pengakuan kualitas film ini adalah ditunjuknya film The Teacher’s Diary untuk mewakili Thailand di ajang Academy Awards ke 87 untuk kategori Best Foreign Language Film. Dalam situs imdb, film Teacher’s Diary juga memiliki rating tertinggi diantara film-film Thailand terlaris dengan skor 7.9.

Hmm, sebuah film yang memang luar biasa. Salah satu film drama romantis terbaik yang pernah ku tonton sepanjang hidupku. Bagi yang belum menonton, saya sarankan untuk menonton. Saya jamin, ini adalah sebuah film drama yang sangat berkualitas dengan karakter cerita yang kuat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *