Meniti Kabut di Candi Cetho

Salah satu tempat terbaik untuk menikmati suasana kabut di Indonesia adalah di Karang Anyar, Jawa Tengah. Tepatnya di area komplek Candi Cetho, sebuah Candi Hindu yang diyakini sebagai salah satu peninggalan dari kerajaan Majapahit, yang berjarak sekitar 10 menit perjalanan dari Kebun teh Kemuning. Dengan lokasinya yang terletak di dataran tinggi, tidak mengherankan kalau hampir setiap hari, di suatu waktu, kabut akan turun, menyelimuti area candi, yang merupakan salah satu pos awal dari pendakian menuju Gunung Lawu.

Kabut Di Candi Cetho
Kabut Di Candi Cetho

Kedatangan kabut di Candi Cetho sangatlah tiba-tiba. Seperti saat saya dan beberapa rekan berkunjung kesana di sekitar awal Oktober 2016 silam. Saat kami sampai di pelataran parkir Candi, suasana masih relatif baik dengan jarak pandang normal. Setelah membeli tiket dan sampai di pintu masuk candi, suasana pun masih kondusif. Ketika tengah asyik mengabadikan gambar demi gambar, mendadak kabut turun. Semakin lama kabut turun semakin pekat dengan memberikan hawa yang semakin dingin. Jarak pandang pun menjadi sangat pendek, dengan perkirakan hanya sekitar 5 meter saja. Gerbang candi yang baru saja kami lewati sekitar lima meter, kini hanya tampak samar-samar saja.

Kami berempat pun berembuk, apakah tetap melanjutkan perjalanan untuk menjelajah candi, atau menunggu hingga kabut menghilang. Setelah salah seorang rekan memastikan bahwa tidak ada sesuatu yang membahayakan di depan sana, seperti jurang ataupun jalanan yang berbahaya, kami pun melanjutkan perjalanan.

Pintu Gerbang Candi Cetho
Pintu Gerbang Candi Cetho

Baru berjalanan beberapa langkah, terdengar sayup-sayup suara gemericik air hujan. Awalnya suara itu terdengar lirih karena masih jauh dari kami, tetapi semakin lama semakin jelas. Kami pun akhirnya memutuskan untuk menunda perjalanan dan mencari tempat berteduh. Keputusan yang sangat tepat, karena setelah itu, hujan turun dengan sangat lebat disertai dengan hembusan angin yang sangat kencang.

Setelah 10 menit berlalu, hujan pun mulai mereda. Tidak sepenuhnya reda sebenarnya, karena titik-titik air masih berjatuhan dari atas langit. Kabut pun masih cukup pekat, tetapi itu sudah cukup bagi kami untuk melanjutkan perjalanan menuju puncak tertinggi candi. Dari beberapa referensi yang saya dapatkan dan juga cerita dari salah satu petugas penjaga, Candi Cetho terdiri dari sembilan tingkatan berundak. Salah satu yang menarik, adalah pada sebuah tingkatan terdapat sebuah simbol yang menggambarkan alat kelamin laki-laki. Karena simbol ini, banyak orang yang mengatakan bahwa candi Cetho adalah candi laki-laki dengan pasangannya adalah Candi Sukuh, sebuah candi yang lokasinya tidak jauh dari candi cetho dan dianggap sebagai candi wanita.

Kabut Di Candi Cetho
Kabut Di Candi Cetho

Di puncak tingkatan tertinggi dari Candi Cetho, ada sebuah bangunan berbentuk trapesium yang sekilas tampak seperti bangunan Palenque, bangunan peninggalan suku Maya yang terletak di Meksiko. Saat kami tiba di puncak candi, hujan sudah hampir sepenuhnya mereda dan kabut pun berangsur-angsur menghilang. Setelah beristirahat sejenak sambil mengambil gambar selama beberapa menit, kami pun akhirnya bersiap untuk turun. Ketika membalik badan untuk turun, saat itulah, kami melihat sebuah pemandangan yang bagi saya mengagumkan. Pemandangan yang seperti membayar lunas segala rintangan yang kami hadapi untuk menuju puncak candi.

Pemandangan Dari Puncak Candi Cetho
Pemandangan Dari Puncak Candi Cetho

Dari puncak candi, saya bisa melihat pintu gerbang di masing-masing tingkatan candi, membentuk sebuah garis perspektif dengan ujungnya adalah gerbang utama. Titik-titik hujan yang membasahi atap-atap bangunan ditambah dengan guratan kemerahan di langit menambah warna dan rasa pada lukisan alam di sore itu. Sungguh, saya tidak pandai untuk melukiskan keindahan itu, jadi biarlah foto yang bercerita.

Pemandangan Dari Puncak Candi Cetho
Pemandangan Dari Puncak Candi Cetho

Perjalanan turun menuju gerbang utama candi, akhirnya menjadi perjalanan yang cukup lama, karena kami semua sibuk untuk mengabadikan semua keajaiban alam di sore itu. Kami beruntung, hujan telah mengusir pekatnya kabut. Hujan pulalah yang juga telah membuat sebagian besar pengunjung memutuskan untuk tidak melanjutkan kunjungan, sehingga sore itu suasana candi relatif sepi sehingga kami bisa mengambil gambar sepuasnya. Sebenarnya saat itu kami berniat untuk bertahan di candi hingga matahari terbenam, tetapi kemudian hujan mulai membasahi bumi kaki gunung Lawu kembali, sehingga akhirnya kami memutuskan untuk kembali pulang.

Sampai berjumpa lagi candi Cetho.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *