Hari ini untuk pertama kalinya saya memberanikan diri untuk kontes foto di Instagram. Kali ini saya mengikuti Telkomsel Photo Marathon yang diselenggarakan oleh akun instagram @telkomsel_merahputih. Lomba akan diadakan selama 3 hari masa liburan panjang ini mulai hari ini 25 Maret 2016 hingga 27 Maret 2016.
Tema hari pertama ini adalah Landscape. Saya pun mengubek-ubek stok foto saya untuk mencari foto bertema landscape yang mungkin cocok. Dan kemudian didapat dua foto yang akan saya ikutkan lomba dengan berbagai pertimbangan yang mendasari.
Jalan Braga adalah sebuah nama jalan yang sangat tersohor di kota kembang, Bandung. Kondisi ini telah berlangsung lama, bahkan sejak masa pendudukan Hindia Belanda. Jalan yang terletak tidak jauh dari Gedung Merdeka dan juga Masjid Raya Bandung itu memang memiliki keunikan tersendiri mulai dari kondisi jalannya, bangunan-bangunan di sekitarnya, tiang lampu jalan hingga suasananya. Saya menyebutnya suasana yang sangat Eropa. Mungkin kalimat saya terlalu sok tahu, karena kenyataannya saya sendiri belum pernah menjejakkan kaki di Eropa. Tapi, saya tidak bicara sembarangan karena saya sudah membandingkan beberapa foto yang pernah saya ambil di Braga dengan foto suasana Eropa yang beredar banyak di Internet. Sungguh suasana yang hampir mirip.
Bagi saya, belum lengkap rasanya ke Bandung, tanpa berjumpa Braga. Meski hanya sekedar singgah atau bahkan sekedar lewat, itu sudah cukup bagi saya. Jika bagi banyak orang, belum sah kalau ke Bandung belum berfoto di depan gedung sate, bagi saya sendiri, landmark Bandung adalah gedung De Vries, yang terletak di ujung selatan dari Braga.
Saya mulai aktif menulis di blog sejak tahun 2009. Saat itu saya aktif dengan menggunakan blog dengan domain gratisan. Sejak akhir tahun 2014, saya memutuskan untuk membeli domain untuk blog saya. Saat itu saya berharap, pembelian domain ini akan menantang diri saya sendiri untuk lebih aktif menulis. Ya kan sayang kalau sudah bayar, tapi blognya penuh debu. Dan di awal tahun 2016 ini, saya mencoba melangkah lebih jauh lagi dengan membuat kartu nama sebagai blogger. Sebenarnya, saya sudah memiliki kartu nama, tetapi kartu nama dari kantor. Sedangkan kartu nama sebagai blogger, saya belum punya dan sesungguhnya awalnya saya tidak pernah berniat untuk membuatnya.
Cerita berawal di pulau Belitung sekitar dua minggu yang lalu, dimana saat itu saya tengah bertugas sebagai Laskar Gerhana Detikcom. Hari itu, ada sebuah talk show yang membahas tentang gerhana matahari 9 Maret 2016 dan manfaatnya bagi dunia pariwisata Indonesia. Kebetulan salah satu narasumbernya adalah Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) dari Kabupaten Belitung.
Setiap ada perjumpaan, pasti akan ada perpisahan. Setelah selama sekitar tiga hari bersama-sama memburu gerhana matahari total dan juga menjelajah pulau Belitung, sampailah kami, para laskar gerhana, di hari terakhir kebersamaan kami. Bukan sebuah akhir perjumpaan, karena saya yakin, insya Allah, suatu hari nanti, kami bisa berjumpa bersama lagi.
Akhir dari momen kebersamaan kami di Pulau Belitung ditandai dengan sebuah foto bersama seluruh anggota laskar gerhana di sebuah danau indah berwarna biru tosca. Orang Belitung menyebutnya danau Kaolin. Sesuai dengan namanya, danau ini sebenarnya bukanlah sebuah danau asli, tetapi sebuah lubang galian bekas pertambangan Kaolin. Air yang ada didalam danau sejatinya adalah genangan air hujan.
Pagi itu, 9 Maret 2016, di tengah lautan, diantara air yang beriak, di atas geladak kapal Bintang Laut, disanalah kami, para Laskar gerhana berada. Sudah sejak pukul 3 pagi dini hari, kami berada di atas kapal milik Badan Keamanan Laut (Bakamla) tersebut. Sudah banyak hal yang kami lakukan disana, mulai dari berkenalan, bercengkerama, berdendang, sholat subuh berjamaah, sholat gerhana berjamaah hingga mengamati fase gerhana matahari total bersama-sama.
Setelah lebih dari enam jam bersama, kini sudah waktunya bagi para laskar gerhana berpisah dengan kapal Bintang Laut. Kapal akan kembali ke pelabuhan Tanjung Batu, sedangkan para laskar gerhana akan melanjutkan perjalanan menjelajahi gugusan kepulauan yang berceceran di sekitar perairan utara pulau Belitung dengan menumpang perahu nelayan.
Suasana berbeda langsung kami rasakan begitu kami memasuki kabin perahu. Gelombang laut yang sejak pagi tadi hanya terasa seperti goyangan kecil di atas kapal Bintang Laut, terasa begitu hebat di atas perahu ini. Kami pun sampai harus berpegangan erat pada tiang dan bangku kapal agar tidak terjatuh.