Pusing-pusing di Putrajaya

Kepingan demi kepingan uang logam berpindah lincah dari tangan kanan saya ke tangan kiri saya. Sementara itu mata saya menatap tajam satu persatu kepingan logam itu dengan seksama. Sesekali saya harus membalik mukanya agar tahu, berapa nominal ringgit yang di ampu si logam.

Jauh di dalam tempurung kepala, otak saya berdenyut. Jutaan sel dan jaringan saraf yang tengah berkumpul disana bersinergi untuk membantu saya memastikan berapa nilai total dari seluruh kepingan itu.

Dua menit berlalu, seluruh kepingan tersebut telah berpindah tangan. Saya menutup mata sejenak, mengurangi intensitas cahaya yang berebut masuk ke dalam kornea agar lebih fokus sekaligus membantu percepatan kinerja otak untuk menghitung.

Saya membuka mata seraya menatap rangkaian jarum jam di arloji. Selang beberapa detik kemudian, kedua bola mata berpindah ke dua lembar kertas yang sedari tadi dipegang oleh istri. Kemudian sekali lagi saya menutup mata. Kali ini sedikit lebih lama dari yang pertama. Terkadang tanpa sadar, dahiku mengernyit. Sampai akhirnya sebuah kesimpulan didapat, dan saya kembali membuka mata.

“Oke Mam, kita mampir ke Putrajaya”

Read more