Berjumpa Dewaruci

Sejak lama saya ingin melihat Dewaruci secara langsung.

Beberapa tahun silam, tanpa sengaja saya membaca kisah perjalanan sang kapal kebanggaan negeri itu mengarungi samudera Pasifik dan Atlantik di sebuah majalah. Perjalanan dimulai dari Surabaya, bergerak ke timur menuju Papua. Dari Papua, perjalanan berlanjut ke benua Amerika dan benua Eropa. Saat itu, saya bergidik membacanya.

Kapal Dewaruci
Kapal Dewaruci

Sebenarnya cerita itu bukan cerita horor. Hanya saja bagi saya, saat itu, cerita tentang laut layaknya kisah horor. Gambaran lautan yang maha luas, yang seolah tak bertepi, lengkap dengan gulungan ombaknya serta pusaran, membuat saya merinding. Apalagi ditambah dengan kenyataan bahwa saya tidak bisa berenang.

Tapi dibalik itu, saya sangat menaruh hormat dengan para awaknya. Kemampuan mereka untuk bertahan dari tantangan alam yang ganas dan bisa datang kapanpun juga itu, sungguh sangat mengagumkan. Kemampuan itu tentu saja ditunjang dengan sebuah latihan yang rutin dan disiplin, serta perencanaan perjalanan yang baik, lengkap dengan berbagai alternatif rencana. Misi demi misi pun berhasil dijalankan. Dan yang terpenting, di akhir perjalanan, Dewaruci beserta seluruh awaknya bisa kembali pulang dengan selamat ke tanah air.

Waktu berlalu.

Suatu hari saya melihat sebuah foto di sebuah harian pagi yang bagi saya sangat keren. Sebuah kapal layar tiang tinggi, dengan layarnya yang seluruhnya tergulung. Itu adalah foto Dewaruci menjelang kedatangannya di sebuah dermaga di Amerika Serikat. Hal paling keren dari foto tersebut adalah para kadet dewaruci yang berdiri di tiang-tiang kapal dengan tangan pada posisi hormat. Saya sampai merinding sendiri membayangkan kadet yang berdiri di tiang tertinggi.

Kapal Dewaruci
Kapal Dewaruci

Saya pun bermimpi untuk bertemu Dewaruci. Karena bagi saya, dan mungkin juga bagi seluruh rakyat negeri ini, dia adalah legenda.

Dan, mimpi itu pun terwujud tanggal 20 Desember 2015 yang lalu, ketika Koarmatim (Komando Armada Ri di Kawasan Timur) menyelenggarakan acara Naval Base Open Day. Di acara tersebut, akhirnya saya berjumpa langsung dengan sang legenda itu. Bahkan saya sempat mencicipi naik di atas geladak kapal. Begitu kaki ini menjejakkan ke geladak kapal, ada rasa haru yang menyeruak ke dalam dada ini. Ah, mungkin saya terlalu melankolis hari itu.

Hanya sekitar 15 menit, saya berada di geladak kapal Dewaruci. Hanya 15 menit waktu saya untuk mencoba membayangkan rasanya menjadi kadet Dewaruci. Dan hanya 15 menit waktu saya untuk merasakan aura semangat dan aura perjuangan dari sang legenda. Waktu yang sebenarnya sangat singkat. Tapi saya harus tahu diri, bahwa bukan hanya saya saja yang ingin merasakan itu semua. Ratusan atau bahkan ribuan pengunjung Naval Base Open Day hari itu juga ingin mencicipi sensasi itu, sehingga saya harus ikhlas berbagi. Dewaruci bukan hanya milik saya, tetapi milik seluruh rakyat Indonesia.

Begitu keluar dari kapal, saya melihat sekali lagi ke arah sang legenda. Saya berharap ada hal positif yang bisa dirasakan seluruh pengunjung Dewaruci di Naval Base Open Day hari itu, utamanya tentang pelajaran bahwa inti dari hidup adalah berjuang, berjuang dan berjuang.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *