Menjejak Pulau Pinang (Tour de Malaysia Part 1)

Penang (atau Pinang) adalah sebuah pulau sekaligus negara bagian dari Malaysia. Lokasinya terletak di sebelah barat Semenanjung Malaysia dan berada di tengah-tengah selat Malaka. Jarak Penang dengan Kuala Lumpur sekitar 350 km.

Penang dikenal dengan statusnya sebagai Unesco World Heritage Site. George Town, ibukota Penang, sangat kaya dengan berbagai macam bangunan bersejarah yang bentuknya sangat khas dengan gaya arsitektur eropa kuno. Bangunan-bangunan tersebut adalah peninggalan masa pendudukan Inggris di Malaysia beberapa puluh tahun silam.

Aku dan istri memulai perjalanan ke Penang dari rumah, hari Sabtu 17 September 2011 pukul 1 siang. Jadwal penerbangan QZ7648 SUB-PEN adalah Jam 15.25. Kami berangkat lebih dini dari rumah karena ini adalah penerbangan internasional.

* Sekedar informasi, pada penerbangan kali ini, aku mencoba fasilitas web check in dari Air Asia. Lumayan bagus juga, kita bisa check in sendiri. Katanya sih mengurangi antrian. Tapi kalau di Indonesia sendiri, sepertinya tidak terlalu berpengaruh, karena kita tetap harus ke meja check in untuk membayar airport tax dan verifikasi dokumen perjalanan kita (KTP/Paspor)

Perjalanan menuju bandara Juanda alhamdulillah berjalan cukup lancar dan kami tiba pukul 1.30 siang. Kami langsung menuju meja check in, verifikasi boarding pass yang sudah kami print di rumah dan kemudian membayar airport tax. Setelah itu kami menuju meja imigrasi dan cedak cedok, pasporku pun mendapatkan stempelnya yang ketiga. Alhamdulillah ya.. πŸ˜€

Setelah menunggu selama kurang lebih satu jam didalam, tibalah saatnya untuk boarding. Lagi-lagi Alhamdulillah, pesawat berangkat tepat waktu. Boarding jam 15.00, take off jam 15.25. Perjalanan 3 jam pun dimulai.

Menumpang pesawat Low Cost Carrier seperti Air Asia untuk ke Luar Negeri menimbulkan konsekuensi bahwa kita harus membeli sesuatu di pesawat, minimal air minum. Apalagi dengan durasi perjalanan yang mencapai 3 jam.

Sepanjang perjalanan kami menghabiskan waktu untuk beristirahat. Istriku langsung memejamkan mata dan tidur meski sesekali terbangun. Sedang aku, seperti biasa, aku tidak bisa tidur di perjalanan. Dan membaca majalah menjadi kegiatanku membunuh waktu. Sampai pada akhirnya seseorang bernama Tito yang duduk di sampingku mengajakku ngobrol.

Jika aku dan istriku berniat berlibur di Penang, Tito tengah mengantarkan papanya berobat di Penang, tepatnya di Island Hospital (kalau gak salah denger, he he he). Sudah lama papanya mengidap stroke, dan selama ini sudah berobat di Surabaya. Lalu ada saran dari saudara dan teman untuk mencoba berobat di Penang, jadinya sekarang papa Tito mencobanya.

Beberapa penumpang lain (dari gak sengaja nguping pembicaraan mereka), ternyata juga banyak yang ke Penang untuk tujuan berobat. Alasannya lebih professional dari rumah sakit di Indonesia serta lebih murah jika dibandingkan berobat di Singapura. Nah, sepertinya sekarang aku tahu, mengapa Air Asia membuka rute Surabaya Penang. Tampaknya mereka menangkap peluang akan ramainya rute ini dengan memanfaatkan potensi banyaknya warga Surabaya (dan Jawa Timur) yang akan berobat ke Penang. Benar-benar pemikiran yang brilian. Lagi-lagi Malaysia berhasil mendapatkan devisa yang tidak sedikit dari Indonesia.

Setelah mengudara hampir 3 jam, pesawat pun mendarat dengan selamat di lapangan udara antar bangsa Penang. Alhamdulillah. Dan satu lagi pulau di dunia ini ku jejak. Setelah melewati bagian imigrasi Malaysia dan mendapatkan stempel Visa di paspor, sah sudah aku masuk ke negeri harimau Malaya ini. Sebelum keluar dari bandara, tak lupa aku mencari peta, mulai dari peta wisata hingga peta kuliner.

Keluar dari bandara (yang tengah di renovasi), aku langsung mencari tempat membeli tiket bus rapid penang. Ternyata kok tidak ada? Bapak penjaga pusat informasi bus memberi tahu bahwa membayarnya diatas bus langsung kepada si sopir begitu masuk kedalam bus. Waduh. Aku memang sudah tahu bahwa untuk naik rapid penang bisa langsung bayar di atas bus. Tetapi kalau membayar di atas bus, harus uang pas, karena uang dimasukkan ke dalam kotak. Jika uang yang dimasukkan berlebih, maka tidak ada kembalian. Yang jadi masalah, uang yang kudapat hasil tukar ke money changer, nominal terendahnya adalah RM 10. Padahal kalau dihitung-hitung biaya bandara komtar berdua adalah RM 5.4. Ya sudahlah, mungkin aku harus mengikhlaskan RM 4.6 melayang.

Dari counter bus, aku menuju halte. Bus ternyata belum datang, jadi kami berdua harus menunggu lagi. Memang sih, dalam informasi di web site resminya, Bus 401E yang akan kami tumpangi frekuensi kedatangannya 30 menitan, jadi kami pun dengan sabar menunggu. Sambil menunggu kami akhirnya berkenalan dengan rombongan dosen dari Poltek Negeri Jember yang akan mengikuti seminar di Penang. Wah enaknya, jalan-jalan ke Luar Negeri gratis πŸ™‚

Setelah menunggu sekitar 20 menit, akhirnya bus pun datang. Kami berdua pun segera naik bus. Aku pun menyebut tujuanku ke Komtar (Rencana awal ke queensbay mall batal, karena kami berdua sudah segera ingin beristirahat setelah menempuh perjalanan total hampir 7 jam, mulai dari rumah hingga saat ini). Pak sopir lalu menyebut ongkos 5.4 ringgit, sama seperti dugaanku. Aku mengeluarkan selembar 10 ringgit. Dia lalu memberikan kembalian kepadaku 4 ringgit. Oh, untunglah, ternyata masih ada kembalian. Karena tidak tahu wujud komtar, aku pun meminta pak sopir untuk memberitahuku begitu sudah sampai komtar.

Waktu tempuh antara Bandara ke komtar sekitar 40 menit. Komtar yang merupakan singkatan dari Kompleks Tun Abdul Razak, sebenarnya adalah sebuah bangunan tertinggi di Penang yang terintegrasi dengan terminal dan mall. Turun dari komtar, kami langsung mencari bus nomor 101 untuk menuju Tune Hotels downtown penang.

Ternyata jarak dari komtar ke Tune Hotels sangat dekat, mungkin hanya 1.5 km. Begitu aku melihat hotel dari jauh, aku segera memencet tombol Stop yang tersedia di banyak tempat di dalam bus. Sekedar info, jika ingin turun dari bus rapid penang ini, caranya adalah memencet tombol stop, nanti bus akan berhenti di halte terdekat setelah tombol di pencet. Dari halte kami masih harus berjalan sekitar 50 m. Di tengah jalan menuju hotel, ternyata ada sebuah restaurant halal. Namanya Al-Hass Caf. Mendadak rasa lapar menyerang, dan kami pun makan.

Sepiring nasi kandar dengan lauk ayam menjadi pilihan makan malamku, sedangkan istriku memesan nasi kandar lauk daging. Sedangkan minumnya, kami berdua memilih menu yang sama, es teh. Hmm, ternyata enak juga. Dan Alhamdulillah istriku ternyata juga suka. Yang paling mantap adalah es tehnya. Bukan es teh biasa, melainkan teh tarik, minuman khas Malaysia. Segar dan nikmat sekali.

Perut kenyang, kami pun lanjut ke hotel. Setelah check in di meja resepsionis, yang letaknya di lantai 2, kami pun segera beristirahat, mengumpulkan tenaga untuk penjelajahan kota George Town esok hari.

Minggu, 18 September 2011, penjelajahan pun dimulai. Cuaca pagi yang awalnya tampak mendung, berubah menjadi cerah dengan langit yang membiru. Alhamdulillah. Setelah sarapan dengan sepotong roti yang di beli di 7 Eleven, kami pun memulai penjelajahan.

Perjalanan dimulai dengan berjalan kaki sekitar 10 menit dari hotel menuju Halte CAT Free Bus No. 11 di JL Transfer. (Untuk informasi jalur dan halte bus ada di http://www.rapidpg.com.my/).

Tujuan pertama kami adalah ke Masjid Kapitan Keling, sebuah masjid yang mempunyai sejarah sangat panjang. Dibangun sejak abad 19 oleh ketua kaum india muslim bernama Caudeer Mohudeen, yang juga dikenal sebagai Kapitan Keling.

Jalanan di sekitar Masjid sangat terasa berbeda dengan jalan-jalan biasa. Lantainya bukan aspal, tetapi batu-batu alam seperti di kawasan Jalan Braga, Bandung. Trotoarnya juga sangat lebar. Tempat yang asyik buat jalan.

Dari Masjik Kapitan Keling, kami melanjutkan perjalanan ke arah timur laut, menuju city hall dan esplanade. Dalam perjalanan menuju City Hall, kami menjumpai berbagai macam bangunan kuno yang eksotis, mulai dari Gereja St George, Mahkamah Tinggi George Town, Town Hall hingga City Hall. Hmm, suasana yang sebenarnya hampir mirip dengan daerah utara Surabaya yang juga pernah ku foto dan kutulis di blog(postingan ada di), lalu daerah Kesawan, Medan, Jalan Braga, Bandung ataupun wilayah sekitar stasiun Jakarta kota. Bedanya, kalau di George Town, gedung-gedung tua tersebut dirawat dan dijaga, di Surabaya dan Jakarta, kondisinya sangat mengenaskan. Masih lebih mending daerah Kesawan, Medan ataupun daerah Bandung yang masih terlihat kokoh dan terawat.

Mengelilingi George Town dengan cuaca yang cukup terik pagi ini membuat istriku kelelahan. Ya memang dari segi fotografi, cuaca cerah seperti ini menyenangkan buatku. Dengan langit yang membiru, maka hasil foto pun maksimal. Tapi dari segi fisik, memang agak menguras tenaga. Akhirnya perjalanan keliling George Town pun berakhir di Town Hall.

Rencana untuk ke Fort Cornwallis dan Pinang Peranakan Mansion pun batal dan kami langsung meluncur menuju Kek Lok Si dan Bukit Bendera. Saat itu sebenarnya masih belum cukup siang, sekitar Jam 10 pagi. Estimasi penjelajahan George Town di hari ini sebenarnya hingga jam 12 siang.

Dari Town Hall kami naik CAT Free bus ke Halte Jetty / Pangkalan Weld, untuk kemudian berganti bus rapid penang 204. Estimasi perjalanan menuju Kek Lok Si sekitar 40 menit, jadi lumayan bisa beristirahat sejenak sekaligus ngadem di Bus. Biaya bus dari Jetty ke Kek Lok Si 2 ringgit per orang.

Dalam perjalanan menuju Kek Lok Si, cuaca mendadak berubah mendung. Kami berdua rencananya turun di Kek Lok Si dulu baru ke Bukit Bendera. Tapi karena ketiduran, akhirnya kami turun dulu di Bukit Bendera. Cuaca semakin gelap saat kami sampai di Bukit Bendera. Rencananya, kami akan naik kereta menuju Puncak Bukit Bendera. Tapi berhubung cuaca yang mendung gelap serta tiket kereta yang relatif mahal (RM 30 PP per orang), maka kami memutuskan tidak jadi naik kereta. Dengan cuaca mendung, maka pemandangan dari puncak bukit bendera pastinya akan sangat biasa, karena itulah kami merasa tidak worth it untuk mengeluarkan 60 ringgit.

Kami pun langsung melanjutkan perjalanan ke Kek Lok Si. Kek Lok Si adalah sebuah kuil yang letaknya di atas bukit. Ketika sampai di Kek Lok Si, hujan deras menyambut kami. Untungnya kami sudah di dalam area masuk Kek Lok Si. Menuju Kek Lok Si, berarti harus siap menaiki tangga yang jumlahnya entah berapa. Di sepanjang tangga menuju Kuil berjajar pedagang souvenir.

Karena hujan yang semakin deras, kami pun tertahan dan tidak bisa melanjutkan perjalanan menuju puncak. Cukup lama kami menunggu hujan yang tidak kunjung berhenti. Setelah 40 menitan, barulah hujan lumayan reda, dan kami segera berjalan kaki menuju halte bus untuk menuju hotel. Sesampainya di hotel, kami langsung sholat dan kemudian tidur.

Setelah puas beristirahat sekitar 2.5 jam, kami pun bersiap kembali untuk melanjutkan perjalanan. Rutenya sebenarnya mengulang rute pagi tadi, tetapi kali ini aku mengincar foto sunset dan blue hour. Begitu keluar dari kamar, perasaan kecewa langsung menggelayutiku. Ternyata langit masih mendung, meski hujan sudah sepenuhnya reda. Tapi show must go on, perjalanan harus tetap dilanjutkan. Kalaupun tidak dapat sunset, blue hour pun cukup lah.

Kami pun kembali ke Masjid Kapitan Keling. Awan putih tebal masih menggumpal di angkasa Penang. Aku dan istriku duduk-duduk di depan masjid sambil menikmati pemandangan lalu lalang mobil yang lewat. Mendadak istriku berseru, Lihat, ada pelangi!

Subhanallah, aku menemukan pelangi di kota George Town. Wow, kalau ini sih benar-benar lukisan yang sempurna, dan jepret!!, kameraku pun tak sabar untuk mengabadikannya.

Dan sesaat setelah pelangi muncul, awan gelap itu pun seolah menyingkir pergi. Dan kemudian muncullah guratan jingga senja di ufuk barat. Subhanallah, indah sekali pemandangan sore itu. Dan istriku pun memintaku segera mengabadikan lukisan alam mahakarya sang pencipta itu.

Perjalanan pun kami lanjutkan sama seperti perjalanan pagi tadi, menuju Gereja St George hingga City Hall. Meski malam, kota-kota tua ini tetap tidak kehilangan kecantikannya.

Perjalanan hari ini pun berakhir di Rumah Makan Al-Hass. Kali ini sepiring mie goreng menjadi menu makan malamku. Tak lupa juga minuman teh tarik hangat.

Hari Senin, 19 September 2011 adalah hari terakhir kami di Penang selama liburan September 2011 ini. Hari ini dimulai dengan acara packing dan check out dari hotel. Cuaca mendung menyambut kami pagi ini. Tampaknya memang bulan September ini bukan bulan terbaik untuk mengunjungi Penang, karena mendung dan hujan mendominasi prakiraan cuaca selama bulan-bulan itu. Dan itu berlanjut hingga 3 bulan kedepan.

Tujuan kami pagi ini adalah Batu Ferrighi, sebuah kawasan pantai di penang yang letaknya di sebelah utara pulau. Untuk menuju Batu Ferrighi dari tune hotels, bisa naik bus Rapid Penang No. 101. Jangan lupa minta tolong supir busnya untuk menurunkan kita di pantai. Perjalanan George Town ke Batu Ferrighi memakan waktu sekitar 45 menit.

Kawasan Batu Ferrighi adalah kawasan wisata andalan di Penang. Banyak sekali hotel dan cottage di daerah ini, dengan masing-masing hotel menawarkan view pantai. Pantai di Batu Ferrighi cukup bagus. Ada pantai berpasir yang sangat luas dan beberapa ada pantai yang berbatu besar seperti yang pernah dilihat di film lascar pelangi. Sayang sekali waktu kami berkunjung kesana cuaca lagi mendung. Kalau misalnya cerah, pastinya akan jadi pemandangan yang sangat indah.

Salah satu wisata yang bisa dilakukan di pantai ini adalah keliling pantai dengan perahu boat, hingga menuju sebuah pulau yang terletak sekitar 100 m dari bibir pantai. Tapi sayang sekali, aku tidak bisa mengabadikan pulau tersebut.

Kami tidak lama di Batu Ferrighi. Hujan membuat kami terpaksa segera kembali ke George Town untuk bersiap ke Bandara. Ya hujan ini mungkin pertanda bahwa kami harus kembali lagi suatu hari nanti ke Penang. Tapi bagaimanapun, ini adalah sebuah pengalaman berharga bagi kami.

Pesawat Air Asia dengan nomor penerbangan AK5363 mengakhiri perjalanan kami selama kurang lebih 2 hari 2 malam di Penang. Dan pesawat ini akan membawa kami ke tujuan selanjutnya, Kuala Lumpur.

Untuk biaya selama tour Malaysia 2011 ini bisa dilihat di postingan ini.

9 thoughts on “Menjejak Pulau Pinang (Tour de Malaysia Part 1)

  • 05/10/2011 at 10:35
    Permalink

    Akomodasi dan bangunannya sangat rapi dan megah, kayak bukan di Malaysia, mirip Eropa banget πŸ˜€
    Surya bikin iri aja nih jalan2 terusssss hehehe….tapi saya ikut senang dan ikut untung karena bisa tahu tempat2 yg belum saya temui melalui reportase Surya πŸ™‚

    Reply
  • 05/10/2011 at 15:32
    Permalink

    Suryaaaaa…cerita dan fotonya keren-keren ih!

    Sudah lama saya denger kalau Penang *atau Pulau Penang* itu jadi tempat berobatnya orang-orang Medan, eh, ternyata wong Suroboyo juga berobatnya kesana ya…

    Saya belum pernah kesana lo, tapi terus terang saya sangat terkesan baca posting ini. Apalagi pas baca nasi kandar dan es teh tarik…uhuhuhu…pengeeeeen πŸ™

    Reply
  • 07/03/2012 at 18:12
    Permalink

    mau nanya mas surya…^^

    Kalau dr bandara menuju hotel,naek bus nya brp kalinya?mmg byk transitnya?
    tadi ud baca diatas tp ms krg paham ..:D

    plz infonya yah,slnya bulan depan sy ke penang,tp ms bingung ampe bandara mst gmana menuju ke hotel?naek taksi ktnya mahal sekali..thanks mas surya..:)

    “Kalau mau ke tune hotel, oper 2 kali mbak. Supaya gampang, yang pertama naik bus rapidpenang 401E dari airport turun ke Halte Jetty. Lalu setelah itu ganti bus 101 turun di depan tune hotel”

    Reply
  • 30/08/2012 at 00:44
    Permalink

    dari tune hotel ke batu feringhi brp jam?

    “Sekitar 1 jam-an mas”

    Reply
  • 02/11/2012 at 12:30
    Permalink

    Terima kasih your review pasal penang, saya teringin mahu ke yogjakarta tp harga tiket air asia amat mahal sekarang, kerana saya mendadak pulang dari Dubai. RM700.00 kalo mahu ke yogjakarta.

    Reply
  • 06/12/2012 at 09:26
    Permalink

    Dari jelutung ke bandara naik bus no brp ! Brp harga ny!trims

    “Wah, jelutung itu dimana ya? Aku gak tau mas.. Maaf”

    Reply
  • 15/10/2013 at 12:03
    Permalink

    Entri kamu bagus bangat..aku org msia tp msih nggak bisa dgn jln2 sekitar penang..huhu gudjob!!

    “Thx yaks”

    Reply

Leave a Reply to suhaili hussin Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *